Oleh: MH Said Abdullah*
“Penumpang gelap” bolehlah disebut sebagai kosa kata yang sempat menjadi ikon menarik dari pidato Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri ketika membuka Kongres PDI Perjuangan di Bali. Berbagai kalangan, terutama pengamat sempat membahas panjang lebar lontaran pernyataan itu. Banyak media cetak menjadikan kosa kata itu sebagai headline be-rita atau sekurangnya dicantumkan di halaman depan. Sementara media elektronik menempatkan sebagai salah satu bahasan penting.
Tak cukup mengejutkan perhatian pada kosa kata itu. Ini pertama, terkait sosok Megawati yang memang selalu ditunggu berbagai pernyataan politiknya. Apalagi moment yang menjadi setting adalah hajat besar PDI Perjuangan yang merupakan partai pemenang pemilu lalu. Sudah pasti bobotnya terasa sangat luar biasa.
Kedua, kosa kata penumpang gelap tergolong sangat seksi. Makin terasa seksi ketika yang menyampaikan Megawati, yang tergolong politisi kawakan, yang tidak terbiasa mengumbar kata-kata. Karena itu ketika kata itu diucapkan Megawati gemanya sangat luar biasa.
Yang menarik lainnya –bisa jadi yang mengundang perhatian serius- dugaan terkait latar belakang atau kaitan pernyataan itu. Kata penumpang gelap saja, cukup seksi. Tapi menjadi lebih seksi lagi ketika terkait kekuasaan pemerintah sekarang ini, yang pemeran utamanya adalah PDI Perjuangan.
PDI Perjuangan yang salah satu kader terbaiknya Joko Widodo menjadi Presiden melalui pernyataan Ketua Umum Megawati itu memang seperti ingin mengingatkan bahwa dalam perjalanan pemerintahan sekarang ini ada sosok-sosok yang terindikasi mengganggu kinerja peme-rintahan. Arus deras pemilu Presiden ternyata masih menyisakan kerikil dalam bentuk orang-orang gelap yang ingin memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan diri dan kelompoknya.
Mereka yang disebut penumpang gelap, masuk menyelusup dalam proses pemerintahan bertingkah jauh dari kometmen yang dicanangkan PDI Perjuangan dan Presiden Joko Widodo. Mereka diduga membawa agenda tersendiri; ingin mendapatkan porsi kekuasaan dengan kerangka konsepsi bukan sepenuhnya demi kepentingan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sudah tentu karena kontradiksi persepsi, visi dan misi, yang terwujud lebih banyak membebani atau mengganduli jalannya pemerintahan.
Bisa jadi ada dari mereka memang sejak awal “terkesan” ikut berkeringat dalam mengantarkan Joko Widodo sebagai Presiden. Sangat mungkin mereka terkesan be-kerja. Namun titik tolak berangkat sepenuhnya atas dasar pertimbangan kalkulasi kekuasaan dan mengedepankan kepentingan tersembunyi. Kesejahteraan rakyat bukanlah tujuan utama. Mereka ikut dalam barisan PDI Perjuangan yang dari sejak awal kometmen mengedepankan kepenti-ngan rakyat hanya sekedar sebuah kamuflase politik.
Karena nawaitu sudah berbeda maka wujud riil peri-lakupun berbeda. Bukan memperkuat barisan pemerintah memperjuangkan kepentingan rakyat tetapi lebih banyak justru “ngerecoki” pemerintahan Joko Widodo. Mereka berusaha keras memanfaatkan berbagai kesempatan menggiring kekuasaan sebatas alat kepentingan kelompok dan juga pribadi.
Tak pelak pernyataan Megawati menjadi sebuah peringatan kepada siapapun yang mencoba membawa visi misi kerakyatan ke luar dari relnya. Ini juga menjadi ajakan kepada seluruh rakyat untuk terus bersama-sama mengawal jalannya pemerintahan Presiden Joko Widodo agar segera terwujud Indonesia hebat. [*]
*) Anggota DPR RI, asal Madura.