
SUMENEP – Mahasiswa Sumekar Raya (Mahasurya) menuding Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sumenep melindungi koruptor. Tudingan tersebut disampaikan dalam aksi demonstrasi di depan Kantor Kejari Jalan KH. Mansyur, Senin (18/5).
Koordinator Mahasurya, Bisri mengatakan, aksi itu merupakan tindak lanjut dari audiensi mereka beberapa bulan lalu dengan pihak Kejari. Menurutnya, saat itu ia bersama teman-temannya meminta kejaksaan segera mengusut dan menyelesaikan beberapa kasus korupsi.
Bisri membeberkan beberapa laporan kasus raskin yang tak jelas penanganannya sampai saat ini seperti kasus dugaan penggelapan raskin di Desa/Kecamatan Guluk-guluk. Dikatakan, kasus tersebut hingga saat ini tidak ada kejelasannya.
“Sayangnya, kasus raskin yang dilaporkan masyarakat Guluk-guluk ini masih tidak ditangani secara serius oleh Kejari Sumenep. Sehingga sampai saat ini kasus tersebut masih belum jelas sudah sampai di mana prosesnya,” tandasnya dengan lantang di depan aparat kepolisian yang berjaga di depan pintu gerbang kantor Kejari.
Demikian juga dengan kasus raskin yang dilaporan masyarakat Desa Lapa Taman, Kecamatan Dungkek. Meskipun kasus itu sudah dilaporkan sejak bulan Februari lalu, namun berdasarkan temuannya di lapangan ternyata Kejari masih belum menindak-lanjuti laporan masyarakat itu.
Kasus serupa yang juga dinilai masih belum berhasil dituntaskan oleh Kejari adalah kasus penyelewengan raskin yang terjadi di Desa Lapa Laok, Kecamatan Dungkek. “Meski kasus tersebut katanya sudah naik ke tahap penyidikan dan telah menetapkan tersangka, tapi sampai saat ini Kejari masih belum menyelesaikannya. Padahal itu sudah lama sekali dilaporkan oleh masyarakat,” ungkapnya.
Kasus raskin yang dilaporkan oleh warga Desa Duko, Kemacatan Rubaru juga tak luput dari perhatian mahasiswa. Menurut Bisri, nasib kasus raskin yang terjadi di Desa Duko sama dengan kasus yang terjadi di Desa Lapa Taman; juga tak ditangani.
Selain kasus raskin, mahasiswa kembali menanyakan kelanjutan penanganan kasus pengadaan alat peraga SD Disdik Sumenep tahun 2010 lalu yang terindikasi dalam proses pelelangannya dikondisikan dan barangnya juga tidak sesuai Suspek. Menurut Bisri, penyelidikan yang dilakukan oleh Kejari terhadap kasus tersebut macet di tengah jalan.
“Tidak jelasnya penanganan beberapa kasus tersebut menandakan bahwa Kejari Sumenep sengaja ingin melindungi para koruptor. Karena itu, kami mendesak kepala Kejari turun dari jabatannya karena telah gagal dalam menangani kasus Tipikor di Kabupaten Sumenep,” tandasnya.
Mahasiswa memberi batas waktu selama tiga bulan kepada pihak kejaksaan untuk mengusut secara serius beberapa kasus tersebut. Jika dalam waktu itu Kejari tetap tidak bisa memberikan kejelasan, mereka memastikan akan melakukan aksi serupa dengan membawa massa yang lebih ba-nyak lagi. “Tak hanya mahasiswa, kami juga akan membawa masyarakat dari berbagai kecamatan,”sambungnya.
Pantauan Koran Madura, selain melakukan orasi di depan kantor kejaksaan, perwakilan mahasiswa juga melakukan sweeping ke dalam kantor Kejari. Hal itu menyusul tak kunjung keluarnya kepala Kejari dari kantornya. “Yang jelas kami kecewa karena Kajari tidak menemui kami. Katanya sedang ke Pamekasan,” turunya.
Sementara itu, Kajari R. Adi Wibowo melalui Kasi Intel Kejari Sumenep, Aryartha yang menemui mahasiswa mengatakan, pihaknya selama ini bukan tidak menindak-lanjuti setiap laporan dari masyarakat. Hanya saja, dalam penanganannya memang tidak mudah dan bisa di-selesaikan dalam waktu yang singkat, tetapi membutuhkan waktu.
Terkait penanganan kasus raskin yang dilaporkan oleh masyarakat Desa Guluk-Guluk, ia mengakui bahwa sampai saat ini status kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Menurutnya, pihaknya selama ini sudah melakukan pemeriksaan kepada sejumlah saksi. “Sama dengan kasus yang DAK, itu masih penyelidikan,” terangnya.
Sedangkan terkait kasus raskin yang terjadi di Desa Lapa Laok, menurutnya saat ini sudah sampai pada tahap penyidikan. Dalam kasus tersebut, pihaknya mengaku sudah menetapkan tersangka dan saat ini sedang menunggu hasil audit BPKP untuk mengetahui kerugian negara.
“Kalau yang Lapa Taman dan Duko kita memang masih baru akan bekerja. Karena kita tidak bisa menggarap semua laporan yang masuk sekaligus. Harus ada skala prio-ritas dalam menangani kasus,” terangnya di hadapan mahasiswa.
(FATHOL ALIF/MK)