SUMENEP, koranmadura.com – Meskipun peraturan kode etik dan tata beracara DPRD Sumenep telah disahkan beberapa bulan yang lalu, namun sayangnya hingga pada kurun waktu semister pada II tahun 2015 belum satupun kasus yang dapat diselesaikan oleh Badan Kehormatan DPRD setempat.
Setelah dikonfirmasi pada Badan Kehormatan DPRD, mereka berdalih lantaran belum selesainya kasus kedewanan itu disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya terbentur dengan sejumlah kegiatan kedewanan di luar internal BK. Seperti kegiatan di internal Badan Musyawarah (Bamus) dan kegiatan di sejumlah kelengkapan dewan yang lain.
“Tapi kami target semua kasus yang ditangani BK akhir tahun 2015 ini bisa tuntas semua. Karena tidak menutut kemungkinan di tahun 2016 mendatang ada persolan baru lagi,” kata Politisi Partai Amanat Nasional itu.
Saat ini terdapat dua kasus yang sifatnya mendesak untuk segera diselesaikan oleh BK, yakni kasus Jonaidi selaku anggota DPRD Sumenep Periode 2014-2019 yang diusung dari partai Gerendra. Saat ini kondisi fisiknya terganggu oleh penyakit stroke, sehingga banyak kalangan menilai Jonaidi dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat di gedung parlemen tidak maksimal.
Selain itu, kasus lain adalah yang menimpa Akis Jasuli. Anggota DPRD Sumenep Periode 2014-2019 dari PKB. Akis dianggap melanggar kode etik dewan lantaran diduga telah membuat kegaduhan dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Poteran, Kecamatan Talango pada tahun 2014 yang lalu.
Huzaini mengatakan, untuk proses penanganan kausus Jonaidi, BK sudah melakukan konsultasi dengan kementerian dalam negeri (Kemendagri). Setelah itu BK akan melakukan pemeriksaan secara medis. Jika sudah dipastikan Jonaidi sudah tidak bisa menajalankan tugas kedewanan, maka langkah selanjutnya akan memanggil ketua partai untuk membicarakan langkah yang akan dilakukan selanjutnya.
Sementara untuk kasus yang menimpa Akis Jasuli tetap dalam proses pemanggilan saksi-saksi. ”Kalau itu sudah selesai dilakukan, maka baru kami akan memutuskan sanksi yang akan diberikan. Jika sudah tidak bisa menjalankan tugas kedewanan, maka pihaknya akan merekomendasikan untuk di PAW,” terangnya.
Menrutnyta, sanksi tersebut berdasarkan tata tertip desa. Anggota Dewan bisa dinon-jobkan apabila mengundurkan diri, meninggal dunia dan berhalangan tetap. ”Kami harap semua masyarakat tenang, kami pasti memprosesnya. Biar lambat tapi pasti,” tukasnya.
Sementara itu, pengamat politik Madura, Rusman Hadi mengatakan bahwa hal demikian akan menjadi preseden buruk bagi institusi dan konstitusi DPRD. “Karena sejatinya pilar demokrasi itu di legislatif. Selain sebagai penyambung aspirasi rakyat, DPRD adalah tempat dimana semua masalah bisa selesai. Jika dewannya saja sudah melanggar kode etik dan tata beracara, maka demokrasi yang kita harapkan itu hanya menjadi semu,” katanya.
Oleh karena itu, jika ada yang melanggar kode etik, maka BK sebagai alat kelengkapan dewan yang berhak menindak anggota yang bermasalah harus benar tegas. “Kalau BK lambat, maka jangan salahkan publik jika mulai tidak percaya pada wakil rakyat. Maka dari itu, saya harap, BK segera selesaikan beberapa anggota yang bermasalah,” harapnya.
(JUNAEDI/SYM)