
Belum hilang dari ingatan masyarakat mengenai kasus pembunuhan terhadap gadis cilik di Bali, Angeline (8), baru-baru ini publik kembali dikejutkan oleh pembunuhan Putri Nur Fauziah (9).
Putri yang tinggal di kawasan Kalideres, Jakarta, tersebut ditemukan oleh warga di dalam sebuah kardus dalam kondisi meninggal dunia dan tanpa mengenakan busana.
Tentu saja, dua kasus pembunuhan terhadap anak perempuan tersebut menjadi contoh kecil dari banyak lagi cerita kelabu yang menandai maraknya kasus kekerasan dan kejahatan terhadap anak di Tanah Air.
Selama tahun 2014, contohnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap anak mencapai 1.408 kasus.
Terkait hal tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengaku prihatin dengan maraknya kasus kekerasan dan juga kejahatan seksual pada anak.
Kasus kekerasan terhadap anak, kata dia, tidak hanya meninggalkan kepedihan pada keluarga korban, akan tetapi dirasakan juga oleh seluruh masyarakat Indonesia.
“Berbagai peristiwa kekerasan dan kejahatan seksual pada anak mengingatkan pemerintah untuk lebih bekerja keras dalam menurunkan kasus yang kini sudah menjadi isu global,” katanya.
Berbagai upaya nyata, kata dia, telah dilakukan untuk menekan kasus kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak.
Sebagai upaya nyata, Yohana mengatakan bahwa pada saat ini Kementeriannya tengah merancang instrumen untuk membuat pendataan ke sekolah-sekolah agar memerhatikan hak dan tumbuh kembang anak.
Selain itu, sekolah juga diminta berperan serta dalam melindungi anak-anak dari kekerasan.
Yohana menambahkan, dari hasil pendataan yang akan dilakukan tersebut akan dibuat standar operasional prosedur (SOP) yang akan disebarluaskan dan diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia.
Tujuannya, kata dia, agar semua pihak ikut memastikan bahwa dalam perjalanan anak dari rumah ke sekolah harus aman, dan sebaliknya dari sekolah ke rumah juga harus aman.
Bahkan, tambah dia, di masa mendatang juga akan dipertimbangkan untuk memasang “closed circuit television” (CCTV) di sekolah-sekolah seperti yang selama ini diinginkan oleh para orang tua korban.
“Selain dilakukan di sekolah-sekolah, tambah dia, pendataan juga akan dilaksanakan hingga ke tingkat keluarga,” katanya.
Menurut dia, pendataan hingga ke tingkat keluarga sangat penting mengingat selama ini banyak kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di lingkungan keluarga atau juga lingkungan terdekatnya.
Bahkan, ketidakharmonisan dalam keluarga, menurut Yohana, bisa berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap terjadinya tindak kekerasan terhadap anak.
Selain akan melakukan berbagai pendataan, Kementerian PP dan PA juga tengah fokus untuk terus bekerja sama dan berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait penanganan kasus kekerasan terhadap anak.
“Koordinasi dan kerja sama akan dilakukan mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga ke tingkat desa,” katanya.
Salah satu gagasan yang menjadi bahan koordinasi dan kerja sama dimaksud, tambah dia, adalah terkait pemanfaatan dana desa untuk program-program perlindungan perempuan dan anak-anak.
“Utamanya terkait pemanfaatan dana desa, banyak upaya yang dapat dilakukan dari situ, salah satunya membuat forum anak di tingkat pedesaan,” katanya.
Pasalnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menilai bahwa berbagai upaya yang menyentuh langsung ke masyarakat terbukti efektif dalam menurunkan angka kekerasan terhadap anak.
“Kita mengoptimalkan berbagai upaya penanganan tindak kekerasan terhadap anak melalui program berbasis masyarakat,” katanya.
Selain itu, tambah dia, pihaknya juga sudah merancang Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Anak bekerjasama dengan Polwan yang akan langsung mengamati dan mendeteksi kekerasan yang terjadi pada anak-anak di lingkungan masyarakat.
Satgas Perlindungan Anak tersebut, kata dia, rencananya akan diluncurkan pada Senin 19 Oktober 2015, bertepatan dengan Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jayapura.
Yohana mengakui bahwa upaya untuk menghapuskan kekerasan terhadap anak merupakan jalan panjang yang tidak mudah.
Namun, jalan terjal untuk menghapuskan kekerasan anak di Indonesia, kata dia, dapat lebih mudah diwujudkan dengan peran serta dan perhatian semua pihak.
Untuk mendorong upaya tersebut, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU tersebut menekankan hukuman tertinggi kepada pelaku kekerasan terhadap anak.
Selain itu, UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dimana keadilan restoratif diterapkan dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kekerasan dan Seksual terhadap Anak (GN-AKSA).
Fungsi Keluarga Sementara itu Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty menambahkan orang tua berperan penting dalam melindungi anak-anak mereka dari tindak kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak.
Terlebih, kata dia, banyak kasus kekerasan dan kejahatan terhadap anak yang pelakunya adalah orang dekat, atau orang yang dikenal.
Karena itu, pengawasan oleh orang tua menjadi sangat penting dan harus terus ditingkatkan.
Orang tua, kata dia, perlu menerapkan delapan fungsi keluarga dalam kehidupan sehari-hari.
Delapan fungsi keluarga itu adalah fungsi keagamaan yaitu menanamkan nilai agama khususnya pada anak-anak.
Selain itu, fungsi sosial budaya dengan membina sosialisasi pada anak dan membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Kemudian, fungsi cinta kasih yang diberikan dalam bentuk memberikan kasih sayang dan rasa aman, serta saling memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
“Ada juga fungsi perlindungan yakni melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman,” katanya.
Selanjutnya fungsi reproduksi berupa pemberian pemahaman mengenai keberlangsungan keturunan. Fungsi sosialisasi dan pendidikan yang merupakan fungsi dalam keluarga yang dilakukan dengan cara mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya serta menyekolahkan anak.
Selain itu, fungsi ekonomi yaitu pemahaman penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang.
Terakhir fungsi pembinaan lingkungan untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan masyarakat sekitar dan alam.
(WURYANTI PUSPITASARI/ANT)