PAMEKASAN, koranmadura.com – Kegiatan seni tari tradisional khas budaya Pamekasan rupanya belum mendapatkan fasilitas pendidikan seni tari yang mampu mewadahi sekian banyak peminat. Pemkab setempat hingga detik ini belum menyediakan sarana-prasarana yang menunjang pada pendidikan seni tradisional.
Sitti Khodijah, pelatih tari tradisional Pamekasan mengaku kesulitan menggelar latihan karena tidak mempunyai tempat yang representatif seperti gedung atau sanggar, sehingga rela melatih peserta didiknya di lapangan terbuka.
Meski tanpa ada perhatian dari pemerintah setempat, perempuan berusia 55 tahun itu bertekat untuk mendirikan sekolah tari tradisional secara gratis. Itu dilakukan hanya bertujuan untuk terus mengenalkan ragam tarian tradisional Madura, khusnya tari khas Pamekasan kepada generasi muda dan kalangan pelajar.
Ibu Khodijah panggilan akrabnya itu berjanji akan terus mengajarkan tari tradisional sekalipun usianya saat ini hampir berkepala enam. Karena banyak genarasi muda yang kini mulai lupa bahkan tidak mengetahui warisan budaya itu.
“Saya merasa kesulitan menggelar latihan mas, karena tidak punya sanggar khusus untuk latihan tari. Tapi saya tetap senang karena bisa berkumpul dengan anak-anak kecil,” katanya.
Ia menjelaskan sudah mempunyai lima kader untuk dapat menggantikannya apabila dirinya tidak lagi mampu mengajar tari mengingat usianya sudah mencapai 55 tahun. Lima kader yang dimaksud itu saat ini sudah mulai fasih menampilkan gerakan-gerakan tari tradisional. Tari yang diajarkan selama ini tari khas Pamekasan berupa Tari Rondhing, Tari Unggulan Rondhing, dan Tari Topeng Gethak.
“Saya ingin mengajak generasi muda untuk menyukai atau menyenangi dan menggemari tari tradisional, karena di sini tari tradisional dipandang sebelah mata dan lebih memilih tari modern. Tapi saya tetap akan berupaya keras membangkitkan lagi semangat generasi muda yang saat ini mulai lupa pada budayanya sendiri,” terangnya.
Kata Khodijah, aktivitas latihan tari dilakukan lima hari dalam seminggu di tempat yang berpindah-pindah di seluruh wilayah yang ada di Pamekasan dan lapangan sepak bola menjadi terget utama untuk dijadikan tempat latihan, karena luas.
“Tempat latihan tidak menentu mas, karena harus mencari lapangan atau halaman yang tidak ada aktivitas” paparnya.
Khodijah berharap di masa mendatang latihan tari tradisional dapat dilakukan di tempat khusus seperti sanggar agar lebih tenang, konsentrasi dan menyenangkan bagi peserta didik.
“Mumpung saya masih berminat melatih, ilmu saya akan diorbitkan kepada anak-anak kecil, gratis tidak bayar, walaupun untuk anak SMP, SMA dan Mahasiswa. Karena saya punya ide dan keinginan agar anak-anak bisa meneruskan tari unggulan ini,” tutupnya.
(RIDWAN/UZI)