Ancol Taman Impian merupakan daerah wisata yang cukup dikenal di Ibukota Indonesia, Jakarta. Keberadaan Ancol Taman Impian memberikan sumbangsih yang berarti (meaningfull) bagi kehidupan masyarakat Indonesia, yakni dengan mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan penghasilan bagi masyarakat lokal.
Secara etimologis, wisata berarti perjalanan, berpergian yang dalam hal ini memiliki persamaan makna dengan kata “travel” dalam bahasa Inggrisnya. Wisata Taman Impian Jaya Ancol yang berada di Jakarta merupakan tempat wisata dengan adanya dunia fantasi, gelanggang samudra, edutainment, dan atlantis water adventure, pasar seni taman, budaya dan pantai, resort putri duyung serta wisata kuliner.
Menurut Sarbini, dengan mengutip V Smith dalam karyanya “Host and Guest: The Antropology of Tourism” (1977), menyebutkan bahwa wisata Ancol bisa dikatakan bagian dari klasifikasi sebagai Incipient mass yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan secara individual atau kelompok kecil dan mencari daerah tujuan wisata yang mempunyai fasilitas standar tetapi masih menawarkan “keaslian”. Karena itu, tempat wisata di Ancol perlu dijaga dan dilestarikan sebagai upaya dalam menjaga area wisata tempat hiburan demi menciptakan suasana yang nyaman dan bahagia dalam menikmati indahnya objek wisata di Ancol Taman Impian.
Meneguhkan Semangat Nasionalisme di Area Wisata
Semangat nasionalisme dalam memelihara tempat wisata adalah suatu keniscayaan bagi masyarakat Indonesia yang berkunjung di Ancol Taman Impian. Nilai-nilai luhur dalam membangun wisata harus terus diperhatikan serta bagaimana memberikan pelayanan terhadap para wisatawan. Budi Karya Sumadi, sebagai Direktur Utama PT Pembangunan Ancol, sudah seharusnya mampu mengambil kebijakan yang lebih mengedepankan pada iklim yang kondusif, nilai-nilai kearifan lokal dan kebudayaan lokal perlu juga ditonjolkan di daerah area wisata tersebut.
Saat ini ada beberapa faktor hal yang harus dilakukan oleh pelaku kebijakan Ancol Taman Impian di Jakarta. Pertama, Ancol Taman Impian sebagai tempat wisata jangan hanya menonjolkan kesenangan-kesenangan, atau hiburan yang berupa permainan, yang hanya menekankan pada kepuasan manusia secara lahiriah saja. Akan tetapi, yang perlu dilakukan pihak manajemen Ancol Taman Impian adalah ketika mereka mampu menyediakan hal-hal yang berbau nilai-nilai budaya dan mengenalkan segala beragam tarian, kesenian dan budaya dari seluruh nusantara di Indonesia, dari sabang hingga merauke. Misalnya seperti kebudayaan daerah dari Jawa Timur, Reog Ponorogo, Tari Pendet dari Bali, Tari Jaipong, dari Jawa Barat atau beragam budaya lainnya yang menampilkan dari beragam budaya nusantara, sehingga kita berharap dengan cara-cara itu mampu menonjolkan identitas diri dari bangsa Indonesia (nation state).
Kedua, secara aksiologi, daerah wisata Ancol Taman Impian sudah seharusnya mampu memberikan manfaat di antara terhadap pelestarian budaya, adat istiadat, peningkatan kesehatan dan kesegaran dan terjaganya sumber daya alam dan lingkungan lestari. Di samping itu, adanya area wisata itu sejatinya juga perlu memperhatikan pada ekologi manusia (human ecology), yang menekankan pada pengetahuan masyarakat lokal (ethnoscience), sehingga yang diharapkan pada nilai dan etika. Aspek nilai dan etika serta nilai-nilai luhur, nilai kemanusiaan, nilai ketuhanan dalam mengembangkan area wisata harus dijadikan bahan pertimbangan. Hal inilah yang akan mampu mendorong semangat nasionalisme di dalam area wisata.
Sementara itu, keberadaan wisata Ancol Taman Impian pada dasarnya adalah untuk menciptakan citra yang baik. Keberadaan wisata tersebut semestinya harus juga mampu menjaga identitas bangsa Indonesia. Daerah wisata harus memiliki identitasnya kebangsaan, tentunya di area wisata Ancol Taman Impian kontennya perlu mengedepankan nilai-nilai budaya dan seni yang dimiliki bangsa Indonesia.
Jeremy Boissevain dalam karyanya “Coping With Tourist” (1996), menjelaskan bahwa Area Wisata yang selalu melibatkan budaya masyarakat lokal atau nilai-nilai lokalitas secara lebih intensif. Dengan begitu, “kebudayaan lokal” akan menjadi daya tarik wisatawan yang melekat dalam masyarakat Indonesia. Dengan adanya, interaksi antar berbagai budaya dan seni akan memunculkan “kesadaran identitas diri” dan bahkan jika kesadaran identitas diri Indonesia ditumbuhkan di area wisata, justru akan menciptakan rasa kebersamaan, keharmonisan antar berbagai etnis, suku dan ras.
Menjaga identitas diri di dalam area wisata Ancol Taman Impian merupakan suatu kewajiban dengan tujuan untuk menempatkan nilai-nilai pancasila dan Bhineka Tunggal Ika di dalam budaya bangsa Indonesia sebagai aset pariwisata yang harus terus dipelihara pertumbuhan dan keberadaanya.
Ketiga, area wisata Ancol Taman Impian jangan sampai terpengaruh dengan adanya budaya modernisasi, yang sesungguhnya justru akan menghilangkan nilai-nilai lokalitas dari jati diri bangsa Indonesia. Karena itu, pola permainan mungkin juga perlu ditonjolkan pada aspek permainan tradisional yang mungkin telah luntur, sehingga dengan menonjolkan pola permainan tradisional justru akan menciptakan semangat nasionalisme dari budaya Indonesia serta memperkuat kuat identitas diri bangsa Indonesia yang berkunjung di Ancol Taman Impian, Jakarta.
Karena itu, aspek nilai-nilai budaya dalam mengenalkan identitas diri bangsa Indonesia perlu juga dijadikan langkah utama dalam mengembangkan daerah wisata di Ancol Taman Impian. Sehingga paradigma atas keberadaan wisata Ancol dengan selalu menekankan pada aspek ekonomi dan upaya mengejar produksi perlu direduksi agar mampu menghindari komersialisasi area wisata yang berlebihan. Dengan begitu, tak melupakan nilai –nilai luhur budaya bangsa Indonesia.
Dengan demikian, untuk membangun nasionalisme terhadap area wisata di Ancol Taman Impian, yang perlu dilakukan adalah selalu menjunjung tinggi nilai-nilai filosofis bangsa Indonesia dan konten wisata yang selalu menonjolkan sisi “keaslian”, “kemenarikan” daerah wisata serta mengedepankan kearifan lokal (local wisdom). Sehingga kita bisa berharap kepada pemilik wisata Ancol Taman Impian untuk mampu meneguhkan identitas kebangsaan, yang santun, sopan, ramah tamah, etis dan sesuai dengan kultur Indonesia. Semoga. [*]
Oleh: Syahrul Kirom
Peneliti dan Alumnus Pascasarjana UGM Yogyakarta.