Oleh: Miqdad Husein
Kolumnis asal Madura, tinggal di Jakarta
Apa peristiwa paling menarik dan tergolong spektakuler di negeri ini, tahun lalu? Pandangan dan pendapat serta persepsi bisa berbeda. Namun bila ditilik dari segi posisi sosok yang terkait dan nilai penting persoalan sangat mungkin masyarakat lebih banyak menyebut kasus “papa minta saham.” Ditambah peran pembantu yang melingkari tak kalah kontraversial, kasus papa minta saham memang mampu menyita perhatian semua kalangan.
Posisi Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI, lalu masalah yang terungkap terkait permintaan saham dari perusahaan yang selalu jadi perbincangan, Freeport, memang magnet luar biasa. Peran seorang Reza Chalid yang di jejaring sosial kerap jadi sasaran kecaman karena diduga dianggap aktor mafia migas makin menggoda perhatian siapapun. Semuanya sangat kuat menjadi alasan siapapun terseret memperhatikan, membincangkan, menyoroti dan sejenisnya. Jangan lupa dugaan permintaan itu mengatasnamakan pucuk pimpinan nasional Presiden Jokowi. Jadi, lengkap semua bumbu penyedapnya.
Bikin gaduh. Begitu banyak pengamat menyebutnya. Menyita energi bangsa, termasuk energi DPR sehingga lembaga pembuat UU itu, makin kurang produktif di bidang legislasi. Menggemaskan, membuat kesal terutama ketika kasus tersebut sempat disidangkan Mahkamah Kehormatan Dewan. Endingnya Setya Novanto mundur sebagai Ketua DPR. Selesai?
Belum. Paling tidak ada sisa-sisa akibat mundurnya Setya Novanto sebagai Ketua DPR. Apalagi kalau bukan rebutan siapa pengganti Setya Novanto. Perseteruan dua kubu Golkar yang sampai saat ini belum tuntas didamaikan, masing-masing kubu merasa paling berhak memutuskan siapa pengganti Setya Novanto.
Tapi biarlah itu urusan internal Golkar. Ada soal lain yang jauh lebih penting dari sekedar Ketua DPR yaitu kesadaran dan kekuatan rakyat di tengah gaduh kasus papa minta saham. Terpapar jelas betapa kekuatan dan kesadaran rakyat negeri ini masih bisa diharapkan memberi arah perjalanan bangsa ini agar tetap lurus, tidak melenceng.
Lewat jejaring sosial, demontrasi, media cetak dan elektronik suara rakyat sangat kencang memberikan tekanan agar negeri ini bebas dari persekongkolan dan mafia. Tanpa lelah, suara rakyat terus didengungkan agar mereka yang menjadi aktor kasus papa minta saham segera menyingkir dari berbagai peran penting penentu kebijakan di negeri ini.
Suara-suara politisi yang mencoba membela para aktor kasus papa minta saham seperti Fadly Zon, Fahri Hamzah, terhempas tergulung gemuruh suara rakyat. Gelombang kesadaran dan amarah rakyat, yang tak ingin negeri ini jadi bancakan para elite pemegang kekuasaan sulit terbendung. Batu karang keangkuhan para elite, yang kadang sama sekali tak memiliki malu pun akhirnya tumbang.
Inilah mungkin modal optimisme paling rasional keinginan memperbaiki kondisi negeri ini tahun-tahun mendatang. Kesadaran dan perhatian serta tekanan rakyat untuk perbaikan negeri ini masih sangat besar, belum sampai terjebak sikap pesimis dan skeptis. Dengan kemampuan memanfaatkan kemajuan sarana informasi dan komunikasi kekuatan rakyat ini masih memiliki daya dorong dasyat mengarahkan bangsa ini kembali ke jalan yang benar.
Mau tak mau harus diakui, kekuatan tekanan rakyat dalam arti riil yang saat ini masih ampuh bisa jadi senjata perbaikan negeri ini. Hanya persoalan konsistensi, kebersamaan serta penyebaran lebih luas, yang perlu ditingkatkan agar tercapai efektivitas maksimal.
Suara rakyat sebagai suara Tuhan, tampaknya harus terus digaungkan tanpa lelah, jika negeri ini ingin segera bebas dari manipulasi para elitenya, baik di tingkat pusat maupun daerah. [*]