Oleh: MH. Said Abdullah
Anggota DPR RI, asal Madura
Ketika harga daging, bawang putih, bawah merah dan komoditas pertanian lain naik mencekik leher apakah peternak dan petani yang berlimpah keuntungan? Apakah mereka nasibnya sempat terdongkrak ketika harga menjulang tinggi? Ternyata tidak. Mereka sama sekali praktis tidak mendapat apapun dari kenaikan harga yang kadang berkali-kali lipat itu.
Lalu siapa sebenarnya yang diuntungkan ketika harga naik? Tengkulak. Itu kelompok pertama yang paling diuntungkan. Mereka sejauh ini memang berada di posisi paling berdekatan terutama dengan para petani. Mereka begitu leluasa memainkan peran yang ironisnya menempatkan posisi petani menjadi sangat tertekan dan bahkan kadang menjadi alat mainan perdagangan.
Begitu dasyatnya permainan tengkulak, para petani seperti tak berkutik. Nasib petani berada di tangan mereka. Petani sebagai pemilik dan pengelola tanaman bahkan kehilangan hak dan kewenangan menentukan harga. Semua harga ditentukan tengkulak. Tengkulaklah yang menghitung berapa modal dan seharusnya petani mendapatkan keuntungan. Tak usah heran jika petani alih-alih mendapat untung, kadang mengharapkan modal kembali saja setengah mati sulitnya.
Bagaimana dengan peternak sapi? Tak berbeda nasibnya. Di Madura yang merupakan salah satu sentra peternakan dan pengembangan sapi banyak hal mengherankan. Harga sapi ternyata tidak pararel dengan harga daging di pasaran. Harga sapi wajar tapi anehnya harga daging sapi di pasaran luar biasa liar. Jadi tetap saja peternak bukanlah pihak diuntungkan dari kenaikan harga daging sapi.
Fenomena ironis yang sudah berlangsung lama ini belum terpecahkan. Sentra-sentra penghasil pertanian dan peternakan tetap hanya jadi pemasok yang jauh dari imbas kenaikan harga. Kenaikan harga sama sekali tak mengubah nasib mereka. Mereka bisa disebut mengalami nasib sama dengan para konsumen. Konsumen menjadi korban kenaikan harga, peternak, petani nasibnya tetap nelangsa.
Pemerintah daerah mutlak perlu mengurai benang kusut ini. Bagaimana agar konsumen tidak tercekik harga tinggi dan peternak, petani menjadi pihak yang mendapat nilai tambah. Ini akan mewujudkan keseimbangan sehat. Petani dan peternak bergairah, masyarakat konsumen tidak menjadi korban permainan harga.
Perlu pemerintah daerah mengembangkan semangat enterpreunership dengan tujuan utama mewujudkan keseimbangan pasar. Sebab, bila “kekacauan” ini berlangsung terus bukan hal luar biasa jika pasar mengalami kondisi makin tidak terkontrol. Bukan hanya harga tak terkendali ketersediaan hasil pertanian dan peternakan sangat mungkin makin berkurang karena para petani dan peternak enggan menekuni dunianya. Peternak dan petani akan berpikir buat apa bekerja banting tulang jika tak ada hasil.
Di beberapa daerah saat ini mulai berupaya mengembangkan BUMD sebagai solusi efektif. Tentu berlandaskan konsepsi serta kinerja profesional dengan tujuan sepenuhnya demi kepentingan masyarakat baik petani, peternak maupun konsumen. Semangat utamanya bagaimana menyeimbangkan dan mewujudkan hubungan proporsional antara penyedia barang dan konsumen. Penyedia barang seperti petani, peternak mendapat keuntungan wajar, konsumen tidak terbebani harga yang mencekik leher.
Sebuah tantangan berat terbentang, yang sudah pasti memerlukan kesungguhan kerja seluruh jajaran pemerintah daerah. Itu jika ingin tumbuh iklim usaha sehat yang memberikan rasa aman dan tenang pada seluruh masyarakat, tanpa kecuali. [*]