JAKARTA | koranmadura.com – Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Dr Nasaruddin Umar mengimbau umat Muslim agar tidak mempercayai konsep jihad dan mati syahid versi nonulama. Hal ini disampaikannya agar umat tidak terjebak pada pemahaman yang salah.
“Percaya penuh pada ulama MUI, NU, dan Muhammadiyah. Tanya ke ulama apa makna jihad dan mati syahid sesuai dengan Al Quran dan Al Hadits. Jangan percaya konsep jihad versi nonulama karena pasti akan menyesatkan,” katanya di Jakarta, Selasa (5/4).
Mantan Wakil Menteri Agama RI itu menegaskan jihad versi nonulama tidak lebih dari tindakan bunuh diri yang notabene justru dilarang oleh Islam, seperti yang dilakukan pelaku teroris dengan aksi bom bunuh diri.
Menurutnya, jihad sesuai dengan Al Quran dan Al Hadits bukan membunuh orang, tapi jihad yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah untuk menghidupkan orang dan menghidupkan kemanusiaan.
“Adalah salah besar kalau ada orang yang mengaku berjihad dengan membunuh orang, apalagi korbannya orang yang tidak berdosa,” terangnya.
Ia mencontohkan aksi-aksi bom bunuh diri di Pakistan, Turki, Suriah, dan Baghdad beberapa waktu lalu, dengan korban meninggal yang paling banyak justru umat Islam.
“Bagaimana itu disebut jihad dan bagaimana mereka mengaku sebagai orang Islam, sementara yang mereka bunuh orang Islam juga. Jadi logika kita, kelompok teroris itu bukan jihad, tapi bunuh diri. Saya tidak tahu siapa yang meracuni mereka,” ujarnya.
Ia mencontohkan pula, jihad yang benar adalah jihad yang dilakukan Rasulullah Muhammad SAW yang selalu berhasil dengan mengesankan. Di medan perang dan di medan perundingan, Rasulullah selalu menang, disegani, dan diperhitungkan kawan dan lawan. “Jihad Rasulullah lebih mengedepankan pendekatan soft power dan lebih banyak menyelesaikan persoalan dan tantangan tanpa kekerasan,” jelasnya.
Kalau terpaksa harus melalui perang fisik terbuka, Rasulullah selalu mengingatkan pasukannya agar tidak melakukan tiga hal, yaitu tidak membunuh anak-anak dan perempuan, tidak merusak tanaman, dan tidak menghancurkan rumah-rumah ibadah musuh. “Kalau musuh sudah angkat tangan, apalagi kalau telah bersyahadat, tidak boleh lagi diganggu,” terang Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah ini.
Nasaruddin menerangkan, konsep jihad ada empat. Pertama niat, kedua usaha, yang dilanjutkan dengan logika yang masuk akal alias tidak boleh nekat, sedangkan keempat harus dikonfirmasi ke batin (mujahadah). “Kalau jihad itu tidak masuk akal atau tidak dikonfirmasi ke batin, itu jelas bukan jihad. Bahkan bila jihad dilakukan dalam pengertian ngawur, itu sama saja dengan bunuh diri atau konyol,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Prof Dr Ahmad Satori Ismail menegaskan jihad dan syahid bukan dengan mengangkat senjata melawan pemerintahan yang sah dan melakukan perusakan, apalagi teror yang membuat orang takut.
“Jadi, tidak ada hubungan antara jihad dan syahid dengan aksi- aksi terorisme yang terjadi, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Mereka tidak paham makna sebenarnya jihad dan syahid dan jelas tidak mengerti Islam,” ucapnya.
Menurut dia, berjihad bisa dengan berbagai macam cara, bisa menggunakan harta, tenaga, kekuatan, jiwa, dan lain-lain. Di era penjajahan, jihad memang dilakukan dengan segala daya, baik ekonomi, budaya, hingga mengangkat senjata. “Ketika kita sudah tidak dijajah secara fisik, maka perjuangan kita bukan angkat senjata. Tapi dengan memerdekakan negeri ini dari berbagai pengaruh asing, kemiskinan, sehingga bangsa Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur sesuai UUD 45,” pungkasnya. (GAM/ABD/ANT)