JAKARTA | koranmadura.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk mengusut bocoran dokumen firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca, yang memuat dugaan kepemilikan perusahaan cangkang di negara-negara suaka pajak oleh beberapa pejabat publik dan politisi Indonesia. Pembentukan satgas dilakukan setelah rapat dengan Presiden Joko Widodo.
“Sudah ada rencana untuk rapat itu, tapi nampaknya Pak Presiden pergi ke luar negeri. Rasanya setelah ini akan segera dilakukan,” ujar Jaksa Agung Muhammad Prasetyo di Kejagung, Jakarta, Senin (25/4).
Menurutnya, verifikasi dan kajian atas isi Panama Papers akan dilakukan oleh satgas yang dibentuk. Menurutnya, tidak semua pemilik offshore company di Panama Papers berniat melakukan kejahatan.
Menurutnya, Offshore company, wajar dibentuk oleh para pengusaha. Tujuan pembentukannya adalah menghindari pembayaran pajak berlebih ketika sang pengusaha ingin berinvestasi di luar negeri. “Persoalan kalau offshore company dibentuk untuk menutupi kejahatan. Misal untuk menampung hasil transaksi ilegal, dana terorisme, dana yang didapatkan dari narkoba atau human trafficking. Selebihnya untuk menghindari pajak dan sebagainya itu kewenangan Dirjen Pajak dan Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Seperti diketahui, ada sekitar 2.960 nama dari Indonesia yang tercantum sebagai klien 43 perusahaan cangkang yang terafiliasi dengan Mossack Fonseca. Data itu menyebut nama Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan masuk dalam dokumen Panama Papers sebagai salah satu pebisnis Indonesia yang memiliki perusahaan tertutup melalui firma hukum asal Panama Mossack Fonseca. Dia disebut sebagai direktur sebuah offshore company bernama Mayfair International Ltd yang berbasis di negara bebas pajak, Seychelles. Perusahaan tersebut dalam dokumen beralamat Jalan Mega Kuningan Barat III Nomor 11, Jakarta.
Presiden Joko Widodo memanggil Luhut Pandjaitan ke Istana. Luhut mengaku, salah satu topik pembicaraan antara dirinya dengan Presiden, yakni terkait nama Luhut yang tercantum dalam dokumen Panama atau Panama Papers. “Sudah (bicara dengan Presiden) tadi,” ujar Luhut seusai pertemuan. Namun dia enggan mengungkapkan respons Presiden terkait hal itu.
Namun, dia meyakini laporannya kepada Presiden tidak akan menuai permasalahan. “Baca saja (laporan) sendiri ya. Enggak ada masalah kok,” ujar Luhut.
Luhut kembali membantah isi dokumen Panana Paper’s itu. Dia mengaku tidak tahu menahu tentang Mayfair International Ltd. “Saya tidak pernah mendengar nama perusahaan tersebut hingga saat saya menerima surat permohonan wawancara,” tegasnya di Jakarta, Senin (25/4).
Harus Mundur
Pengiat antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri menyatakan, setiap pejabat publik yang bertengger namanya dalam dokumen Panama Papers harus mengundurkan diri. Pasalnya, etika sebagai pejabat publik telah tercemar. “Secara etika sudah tercoret. Kita belum bicara soal hukum, tapi budaya malu dan mundur. Itu yang belum dimiliki politisi kita,” ujarnya.
Nama yang tercantum dalam dokumen Panama, jelas Febri, memang belum tentu bersalah. Sebab, hukum memang belum bekerja terhadap mereka sehingga publik tidak bisa memvonis mereka bersalah telah mengemplang pajak.
Kendati demikian, dia menyarankan agar para pejabat publik yang namanya tercantum dalam dokumen Panama untuk dapat menggunakan etikanya sebagai pedoman untuk bersikap dan bertindak.
Sejauh ini sudah ada dua pejabat publik yang mempunyai etika dan mundur setelah namanya muncul di dokumen Panama. Mereka yakni Perdana Menteri Islandia Sigmundur David Gunnlaugsson dan Menteri Industri, Energi, dan Pariwisata Spanyol Jose Manuel Soria. Keduanya mundur dari jabatan masing-masing, meski hukum belum menyatakan mereka bersalah. “Ini menjadi momentum perbaikan etika para pejabat publik. Selama ini di Indonesia, kita harus buktikan dulu mereka bersalah secara hukum,” tandasnya.
Secara terpisah, Ketua Setara Institute, Hendardi menuntut pemerintah untuk mengambil sikap tegas paska beredarnya dokumen Panama Papers yang menyebut sejumlah nama pejabat publik Indonesia. Langkah ini sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kegaduhan berkepanjangan dan menimbulkan ketidakpercayaan publik pada pemerintah. “Saya kira, harus ada langkah tegas agar tidak menimbulkan kegaduhan baru,” ujar Hendardi dalam pesan singkatnya Senin (25/4).
Selain Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Harry Azhar Azis, publik dikejutkan dengan munculnya nama Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan dalam Panama Papers. Namun Luhut membantah terkait dokumen Panama Paper’s ini.
Menurut Hendardi, bantahan Luhut ini tidak bermakna apa-apa. Dugaan keterlibatannya berpotensi akan mengganggu kredibilitas pemerintahan Jokowi-JK. Sebab, public sudah mengetahui nama-nama yang ada dalam dokumen tersebut. “Mengundurkan diri dari jabatan adalah langkah terbaik untuk menyelematkan wibawa pemerintah,” pungkasnya. (GAM/ABD)