
PAMEKASAN | koranmadura.com – Upaya Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Pamekasan, Madura, menggenjot anggka siswa putus sekolah belum optimal. Terbukti, selama tiga tahun terakhir, jumlah pelajar putus sekolah di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) mencapai 9.200 siswa.
Data jumlah siswa putus sekolah di Disdik Pamekasan sebanyak 9.200. Rinciannya, pada 2013 sebanyak 4000 siswa, tahun berikutnya, yakni 2014 sebanyak 3.200, dan pada 2015 diprediksi kurang lebih mencapai 2000. Jumlah ini tergolong tinggi meski mengalami penurunan sejak dua tahun terakhir.
Plt. Kadisdik Pamekasan, Moh. Tarsun mengatakan ada tiga faktor yang menyebabkan ribuan siswa tersebut putus sekolah. Diantaranya, lebih memilih bekerja untuk membantu ekonomi orang tua masing-masing, menikah usia dini dan melanjutkan ke pondok pesantren yang tidak menyediakan pendidikan formal.
“Yang tidak melanjutkan sekolah itu anak usia 16-18 persen. Di tahun 2013 lalu, angka putus sekolah mencapai 14 persen dan sekarang sudah turun menjadi 12 persen,” kata Moh.Tarsun, Selasa (3/5).
Tarsun menambahkan, putus sekolah itu tidak hanya terjadi wilayah pedesaan saja, tetapi wilayah kota juga terlibat. Hanya saja, yang paling banyak di bagian pantai utara (Pantura). Menurutnya, siswa yang putus sekolah khususnya di pantura bekerja membantu ekonomi orang tuanya. “Ada sebgian yang bekerja ke Negara Malaysia dan juga ke Arab Saudi,” imbuhnya.
Dia mengklaim turunnya angka putus sekolah karena Disdik terus meminta kepala sekolah melakukan jemput bola untuk memotivasi anak agar mau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. “Kami sudah berupaya keras agak siswa itu tidak putus sekolah,” kilahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Pamekasan, Muhsin mengatakan selama ini upaya Disdik untuk mengurangi angka putus sekolah hanya berkutat pada koordinasi dengan pihak sekolah. Sementara untuk memecahkan masalah tersebut tidak pernah dibicarakan. “Sehingga sampai kapanpun jika caranya seperti itu angka putus sekolah tetap tergolong tinggi, karena untuk mengurangi angka itu butus solusi konkrit,” tuturtnya.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjelaskan, untuk meminimalisir angka putus sekolah di Pamekasan tidak cukup dengan motivasi yang disampaikan pihak sekolah, tetapi yang dibutuhkan solusi konkirt. Misalnya, memberikan pendidikan gratis bagi siswa miskin.
Muhsin mengamati, selama ini komunikasi pihak sekolah dengan orang tua siswa jarang dilakukan. Pihak sekolah baru komunikasi dengan orang tua siswa ketika siswa tersebut bermasalah. Sementara pendekatan untuk mengetahui kondisi ekonomi orang tua siswa tidak pernah terpantau.
“Semestinya ini disikapi serius oleh Disdik, jangan hanya pintar memberikan intruksi ke pihak sekolah, tetapi harus memberikan solusi dan langkah dan cara mengatasi masalah tersebut. Selama ini Disdik terkesan hanya mengurus anggaran saja. Sementara sisi lainya diabaikan, se-perti siswa putus sekolah,” kritik Muhsin. (RIDWAN/RAH)