SUMENEP | koranmadura.com – Kebijakan pemerintah yang memangkas bantuan pemberdayaan usaha garam rakyat (Pugar) tahun 2016 ternyata berdampak pada program bantuan geomembran. Akibat dari pemangkasan tersebut, dipastikan petani garam tidak bisa menikmati bantuan geomembran. Padahal, bantuan tersebut sangat dibutuhkan oleh petani guna meningkatkan hasil produksi garamnya.
Kepala DKP Sumenep Moh Jakfar menjelaskan, awalnya bantuan untuk Pugar tahun 2016 sebesar Rp 6 miliar lebih. Namun, setelah dilakukan pembahasan anggaran, terkena rasionalisasi sebesar 2,5 miliar. ”Jadi, anggaran itu tinggal 3 miliar lebih,” katanya.
Menurutnya, anggaran tersebut akan dialokasikan kepada pembangunan gudang yang akan difungsikan sebagai tempat penyimpanan garam rakyat. Selain itu, penataan lahan integrasi, perbaikan saluran air, dan pembangunan jalan produksi yang berada di daerah lahan pegaraman rakyat.
Sementara ploting area realisasi anggaran tersebut belum bisa dipastikan, karena masih dalam tahap pendataan, termasuk jumlah penerima. Hanya saja bantuan tersebut akan diberikan kepada kelompok yang secara administrasi sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Sesuai rencana awal, untuk pembangunan gudang akan dibangun di daerah pegaraman Gersik Putih, Kecamatan Kaliangat. Sedangkan untuk pembagunan jalan prodiksi akan disesuikan kebutuhan masyarakat.
”Kalau di Dungkek tidak butuh, kami akan alokasikan di daerah Pragaan,” jelasnya.
Sementara bantuan untuk geomembran tahun ini dipastikan tidak ada. Sebab, anggaran yang disediakan dinilai sangat minim. Jika dipaksakan, maka salah satu program yang telah direncanakan harus dihapus. ”Untuk kesana (bantuan Geomembran) masih belum,” tegasnya.
Sementara itu, salah satu petani garam asal Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kaliangat Suri mengaku sangat membutuhkan bantuan Geomembran. Karena bantuan tersebut dapat meningkatkan kualitas produksi garam.
Saat ini petani yang menerima bantuan geomembran sedikit. Bahkan, tak jarang tidak digunakan karena lebar geomembran tidak sesuai dengan lahan garam yang ada. Karena itu, bantuan peningkatan kualitas garam diharapkan tepat sasaran.
”Sebagian besar masih menggunakan cara lama. Wajar jika kualitasnya berbeda,” katanya.
Dikatakan, dari sejumlah petak lahan garam, hanya sebagian kecil yang menggunakan geomembran. Itu pun terbatas bagi golongan petani yang sudah mapan. Sebab, petani garam biasa sulit mendapatkan geomembran. Dia menerangkan, jika kualitas jelek, garam terpaksa ditimbun.
”Kami yakin jika ada bantuan alat geomembran, kualitas garam pasti akan lebih bagus lagi,” tegasnya.
Untuk diketahui, saat ini harga garam untuk KW 1 Rp 400, KW 2 Rp 300-350. Sementara untuk garam yang menggunakan geomembran (polibek) mencapai Rp 600 perklogramnya. (JUNAIDI/SYM)