Peristiwa spiritual berupa interaksi langsung antara Allah SWT dengan Nabi Muhammad SAW yang terjadi dalam perjalanan Isra dan Mikraj Rasul SAW yang bertempat di Sidratul Muntaha itu membuahkan perintah Tuhan kepada manusia untuk menjalankan shalat. Pristiwa ini menunjukan bahwa shalat adalah perintah satu-satunya ibadah yang langsung Allah berikan kepada Nabi Muhammad SAW dengan secara “tatap muka” di tempat tertinggi dan mulia: “Sidratul Muntaha”.
Dalam firman-Nya, Tuhan menyatakan bahwa shalat mencegah kejahatan dan mendatangkan kebaikan bagi yang melaksanakannya. Namun kadangkala kita menyaksikan kenyataan yang dilematis antara perbuatan seseorang yang melaksanakan shalat dengan pesan Tuhan atas kebaikan shalat yang menjanjikan manusia jauh dari perangai jahat. Kita bertanya, mengapa ada diantara kita yang melaksanakan shalat akan tetapi masih “bersahabat” dengan perbuatan keji dan munkar. Misalnya, banyak orang yang shalat tetapi menjadi koruptor, pemerkosa, tidak peduli pada kaum yang lemah, dan lain sebagainya. Sedangkan dilain sisi justru ada diantara muslim yang tidak menjalankan shalat tetapi memiliki prilaku yang baik dan mulia.
Padahal tujuan perintah Shalat adalah agar tumbuh sifat baik dalam akhlak manusia yang mulia dan terpuji. Sebab di dalam shalat menyimpan banyak nilai, inspirasi, pesan, pembelajaran dan energy positif lainnya sebagai pembinaan spiritual yang diharapkan membentuk perangai, sikap dan cara pandang manusia yang memiliki sifat mulia, terpuji dan baik sehingga dengan itu ia mampu membangun relasi dengan sesamanya dengan nilai-nilai kebajikan, keadilan, kepedulian, kemanusiaan, keindahan, dan kejujuran. Sehingga shalat sesungguhnya bukan sekedar rutinitas wajib yang dilaksanakan dengan benalitas tanpa pemaknaan dan nilai mendalam.. Oleh sebab itulah, tak elok jika kita terus melaksanakan shalat tetapi salat yang kita jalankan tidak membuahkan akhlak mulia, integritas moral, dan perilaku sosial yang terpuji.
Dengan demikian, kita sejatinya sadar bahwa salah satu sebab mengapa shalat tidak membuahkan akhlak mulia, integritas moral, dan perilaku sosial yang terpuji bagi yang melaksanakannya tak lain karena kita gagal memahami dan memaknai terhadap tujuan salat itu sendiri. Oleh sebab itu sudah sepatutnya kita mau memahami dan memaknai nilai dan pesan shalat sebagai sarana mengingat kebesaran Tuhan. Shalat dalam hal ini juga kita jadikan sebagai sebuah panggilan keimanan (tauhid) untuk mendekatkan nurani diri dengan Yang Maha Pencipta.
Dengan adanya kenyataan ini Allah SWT mengkritik orang-orang yang menjalankan shalat akan celaka. Yaitu mereka yang menjalankan shalat dengan tidak khusyu: lalai dari pesan-pesan spiritual dan moral yang ada dalam setiap gerak shalat. (QS Al-Maun/107: 4-5). Jelaslah bahwa kita dituntut untuk mau memahami dan melaksankan shalat dengan penuh kesadaran dan pemaknaan. Yakni shalat dengan pikiran dan hati, jadi tidak sekedar gerakan formal tubuh.
***
Gerakan spiritual shalat yang menuntut kesadaran mendalam dari hati, pikiran dan tubuh ini sesungguhnya dimaksudkan sebagai salah satu upaya misi transformatif individu untuk menuju peradaban manusia yang luhur dan mulia. Untuk itu, ummat Islam dalam menjalankan shalat jangan sampai terperosok kedalam rutinitas seremonial spiritual yang tanpa nilai dan pesan hikmah. Sebab hal ini tidak hanya membahayakan yang melaksanakannya (sebagaimana firman Tuhan), tetapi juga membahayakan agama, simbol islam secara sosial dan relasi sosiologis yang lebih luas.
Sekalipun shalat merupakan domain individual, akan tetapi itu hanyalah sebagai batu loncatan bagi terbangunnya kehidupan manusia yang lebih baik secara keseluruhan. Oleh karenaya sesungguhnya shalat memiliki tujuan dimensi sosial sebagai misi utama yang dituju. Mengingat bahwa Islam bukanlah sebatas agama untuk kesalehan individual. Tetapi lebih dari itu, Islam adalah cetak biru tentang gambaran ideal bagaimana sebuah tatanan peradaban dunia seharusnya dibangun dengan tegak.
Gambaran ideal itu setidaknya pernah diwujudkan oleh Muhammad saw pada setiap pristiwa penting kehidupannya. Simbol penting perubahan yang dilakukan Nabi Muhammad adalah pristiwa hijrah nabi dengan ummatnya dari mekkah ke Madinah. Disinilah sejarah berakhirnya benturan persimpangan peradaban yang dimenangkan umat Islam. Di kota Madinah Rasul mengakhiri peradaban jahiliyah dan merubahnya dengan peradaban baru yang penuh dengan nilai kemanusiaan dan keadilan hidup. Disinilah tujuan akhirnya, membangun tatanan peradaban manusia yang penuh dengan kemuliaan dan keadilan.
Dan shalat sebagai tiang sekaligus tonggak fundamen yang menjadi prasyarat terbangunnya tatanan peradaban yang penuh dengan nilai-nilai keindahan (keadilan, kesejahteraan, kemuliaan, kemanusiaan). Dengan kata lain, shalat adalah tonggak revolusi individual dan sosial. Shalat merupakan upaya pertama dalam mentransformasikan kesalehan individual secara mikro fundamental berupa proses transendental yang harus dimulai secara individu, proses transenden (tazkiyatunnas) ini melibatkan kesadaran pribadi yang mendalam secara supranatural: penyucian jiwa.
Penyucian jiwa (tazkiyatunnas) inilah sebagai perubahan pertama yang dilakukan Nabi Muhammad saw adalah pembersihan hati dari semua prasangka buruk dan kemusyirkan. Terangnya hati (nurani) adalah modal kita menerima kebenaran wahyu Allah (takwaha). Sedangkan hati yang terang hanyalah hati yang selalu mengingat Tuhannya, proses inilah ditempuh dengan shalat sebagai zikir utama yang mampu mendekatkan manusia dengan Tuhannya.
Sementara hati yang gelap (zulmani) menghalangi kita dari semua wahyu dan kebaikan dari Allah SWT (fujuraha). Di sinilah gerakan revolusi shalat sebagai tonggak utama yang harus ditancapkan dalam perubahan tatanan sosial peradaban. Sesungguhnya di sinilah pesan proses ideologisasi gerakan Islam yang harus tetap direfleksikan oleh umat Islam dunia. Rasulullah mentransformasi kesalehan individual hingga mampu membangun peradaban dengan jumlah populasi dari satu orang menjadi dua miliar umat Islam dunia. [*]
Oleh: Wahyudi
Pemerhati kesejahteraan sosial dan ekonomi. Pengurus Yayasan Wakaf Manba’ul ‘Ulum Cirebon.