
SUMENEP | koranmadura.com – Sebanyak 11 orang perwakilan dari organisasi jasa konstruksi yang tergabung dalam Forum Jasa Konstruksi Kabupaten Sumenep melakukan audiensi dengan Bupati A Busyro Karim, Selasa (10/5). Mereka merasa keberatan untuk membayar pajak sebelum pembayaran.
Koordinator Forum Jasa Konstruksi, Khoirul Anwar mengungkapkan, ada beberapa hal sebenarnya yang dibicarakan dengan bupati. Salah satunya pembicaraan non teknis terkait kewajiban pengusaha jasa konstruksi yang harus membayar pajak di awal.
Menurut dia, mestinya pembayaran pajak itu dilakukan setelah pembayaran pekerjaan yang akan dilaksanakan dilakukan. Namun kenyataan di lapangan, selama ini pajak tersebut diminta di awal sebelum pembayaran.
Hal itu dinilai sangat memberatkan bagi para kontraktor, khusunya bagi kontraktor pemula. Mengingat modal yang dimiliki masih sangat terbatas. “Kalau harus membayar pajak di awal, maka itu dirasa memberatkan, khusunya yang baru mulai masuk di dunia jasa konstruksi,” katanya kemarin, usai melakukan audiensi.
Menurut Khoirul, pajak yang harus dibayarkan selama ini 12 persen dari nilai proyek. Kalau nilainya, misalnya, mencapai Rp 200 juta, maka di awal kontraktor harus mengeluarkan uang Rp 24 juta untuk bayar pajak. “Kasihan kepada anggota kami yang masih pemula,” tegasnya.
Karena itu, dia minta agar bupati membantu pihaknya. Meski tak harus dengan membayar di akhir, paling tidak menginstruksikan agar pembayaran pajak itu langsung dilakukan oleh bendahara kepada bank dengan memotong uang yang akan dibayarkan. “Nanti kita tinggal minta bukti setornya, sebagai bukti telah bayar pajak,” timpalnya.
Di Kabupaten Sumenep, ada sebanyak 998 usaha jasa konstruksi. Namun, menurutnya, yang aktif atau telah mengurus surat izin jasa konstruksi (SIUKJ) sebanyak 518 usaha. “Saya tidak tahu, yang sekitar 400 itu belum mengurus izin atau belum memperpanjangnya,” pungkasnya kemudian.
Bupati Sumenep, A. Busyro Karim menjelaskan, alasan pihaknya selama ini minta agar pajak itu dibayar di awal karena banyak kontraktor tak profesional dalam melaksanakan pekerjaannya. Sehingga, pihaknya kerap kali mendapat teguran dari BPK karena banyak yang salah.
“Makanya saja mengajak untuk sama-sama profesional. Sebab kadang-kadang kalau tidak diminta di bayar di depan mereka tidak profesional. Barusan (saat audiensi) sudah sepakat, mau dibayar di akhir, oke. Asalkan profesional,” tegas mantan Ketua DPRD Sumenep dua periode itu. (FATHOL ALIF/MK)