Kasus yang menimpa YY (14) yang menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini adalah titik puncak dari persoalan moral bangsa Indonesia, kita patut bersedih dan berduka cita atas terkuaknya kasus ini. Sedih karena kita tidak saja harus menerima kenyataan bahwa YY telah pergi selamanya dengan cara yang keji dan tragis, ia diperkosa dan dibunuh oleh 14 orang laki-laki yang semuanya masih tergolong muda, sebagian besar anak-anak, bahkan semua pelaku usianya di bawah 20 tahun. Lebih dari itu, kita sedih melihat fakta bahwa beginilah mentalitas sebagian anak-anak bangsa kita sekarang, rusak, cacat dan jauh dari nilai-nilai moral luhur.
Peristiwa memilukan yang terjadi di pedalaman alias di pedesaan ini seakan memperlihatkan kepada kita cerminan utuh kondisi riil mentalitas anak-anak kampung pedalaman, mengabaikan akal sehat, menuruti hasrat bejat dan berpikir pendek. Sebagai praktisi pembangunan desa yang berkecimpung dengan rutinitas pedesaan, saya cukup memahami bagaimana mental anak bangsa di desa, bisa dibilang apa yang dialamiYY di Desa Kasie Kasubun Kec. Padang UlakTanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu ini adalah konfirmasi dari temuan penulis tentang parahnya mental anak-anak kampung.
Sekedar berbagi cerita, di salah satu desa di Kabupaten Garut, Jawa Barat yang penulis bina kejahatan seksual terhadap anak perempuan juga pernah terjadi akhir tahun 2014 lalu. Kasus itu menimpa anak perempuan tamatan SMP, sebut saja namanya IM (15). Dari kasus yang ada, terungkap fakta bahwa kejahatan seksual terhadap IM terjadi karena lemahnya control keluarga utamanya orangtua terhadap anak gadisnya.
Bisa dibayangkan, di mana tanggungjawab orangtua jika menantu pria yang tinggal bersama dalam satu rumah bisa lepas dari radar pantauan sehingga bisa menjalin hubungan terlarang dengan anak gadisnya (adikipar) yang lantas membuat anak perempuan tersebut hamil dan melahirkan bayi dengan ayah biologis kakak iparnya sendiri? Belum lagi cerita tentang laki-laki kampung yang jika berduit sedikit saja sudah berani bertingkah dan main wanita. Laki-lakinya begitu perempuannya juga tidak mau kalah, jika ada lelaki yang dirasa lebih berkantong tebal menggoda sedikit langsung terbuai, tanpa peduli dirinya sudah bersuami. Perselingkuhan rentan terjadi dan sangat memprihatinkan, Ini nyata terjadi.
Kejahatan seksual yang jamak menimpa anak sejatinya tidak perlu terjadi jika peran orangtua dalam menjaga dan melindungi anak benar-benar berjalan sebagaimana mestinya. Belajar dari kasus YY dan kasus kejahatan seksualp ada anak di desa yang penulis bina, kita mendapat pelajaran berharga bahwa penyebab utama terjadinya kasus adalah kurangnya kehadiran orangtua dalam upaya mencegah terjadinya kejahatan seksual pada anak. Dalam kasus YY misalnya, andai saja orangtua memiliki kepekaan akan rawannya medan atau lokasi tempat tinggal ke sekolah yang menurut laporan harian Kompas (7/05/16) YY harus berjalan sejauh 1 kilometer untuk mencapai sekolah serta juga mesti melewati kawasan perkebunan karet yang curam dan sepi. Jika orangtua peka, saying dan cinta anaknya tentu orangtua akan mengambil langkah antisipatif dengan memilih mendampingi (antar jemput) anak daripada menggadaikan nasib anak dengan kesibukan mengurusi kebun karet dan kopi semata.
Demikian pula dalam kasus kejahatan seksual yang menimpa IM, salah seorang anak perempuan tamatan SMP di rumahnya sendiri oleh kakak iparnya adalah cerminan dari absennya orangtua dalam melindungi dan menjaga anak. Andai saja orangtua peduli, peka, dan mau mengambil tindakan preventif ketika mengetahui gelagat tidak baik antara anak dan menantunya besar kemungkinan kasus kejahatan seksual pada IM tidak akan pernah terjadi. Semuanya sudah terlanjur terjadi, sebagai manusia yang dikaruniai akal sehat mengambil hikmah adalah keniscayaan agar hal buruk yang pernah terjadi tidak perlu terulang lagi di masa-masa mendatang.
Dari analisa dan telaah penulis terkait kejahatan seksual yang rentan terjadi dan menimpa anak, hikmah terbesarnya adalah kembali pada keluarga. Mau bagaimanapun, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada anak, pihak yang paling bertanggungjawab adalah keluarga. Dalam perspektif pelaku kejahatan terhadp YY misalnya, mereka (pelaku) yang sebagian besar tergolong masih anak-anak di bawah usia 20 tahun tidak mungkin berbuat sedemikian bejat dan brutalnya jikalau pondasi mental dan karakter mereka dibina secara kuat di lingkungan keluarga. Keluarga lingkup terdekat dengan anak, keluarga juga merupakan sekolah pertama bagi anak. Jika anak dibina, dididik secara benar di lingkungan keluarga, orangtua mau peduli dan peka dengan pergaul ananaknya bisa dipastikan anak bisa selamat dari godaan dan hal-hal yang merusak.
Usut punya usut, ternyata 14 pelaku kejahatan seksual pada YY, dalam pengakuannya kepada Menteri Sosial RI, Khofifah Indar Parawasansa, mereka melakukan perbuatan keji tersebut akibat pengaruh minuman keras dan ekses keseringan menontn video porno (kompas.com, 6/5/16). Inilah fakta sekaligus tamparan keras bagi orangtua, bahwa saat ini anak-anak rentan terjerumus ke dalam lembah pergaulan negatif yang merusak masa depan mereka. Sebelum kasus ini terjadi di mana peran dan tanggungjawab orangtua para pelaku? Bisa dipastikan mereka abai dengan anak-anak mereka, tidak mau mendampingi dan mencari tahu bagaimana pergaulan anak-anak mereka. Tidak berlebihan jika Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak RI, Yohanna Yambise, meyampaikan bahwa orangtua pelaku bisa dikenai hukuman penjara maksimal tiga tahun serta denda sebesar Rp 70 juta akibat kelalaian mereka dalam mendidik anak.
Dari kasus YY di Bengkulu dan IM di salah satu desa binaan penulis di Garut, Jawa Barat, kita semua bisa menarik benang merah dari kusutnya benang kejahatan seksual pada anak bahwa penguatan peran keluarga mutlak diperlukan dalam membina dan mendidik anak. Wujudnya, menjadi orangtua peduli dengan bersedia menjadi pendamping, mentor, dan sahabat yang tidak berjarak dengan anak. Penulis optimis, gagasan menjadi orangtua peduli anak adalah solusi bijak menangkal kejahatan seksual pada anak. Semoga! [*]
Oleh: Moh. Zahirul Alim
Sarjana Penggerak Desa Kemenpora RI penempatan Kabupaten Garut 2014-2016