Gegap gempita peringatan Hari Pendidikan Nasional (HPN) yang diselenggarakan setiap tanggal 2 Mei telah berlalu. Lalu pelajaran apa yang bisa kita ambil dari adanya peringatan HPN tersebut. Mestinya, kita mampu merefleksikan adanya peringatan HPN bagi kemajuan pendidikan kita. Tentu yang kita harapkan bersama adalah adanya peringatan HPN mampu menghadirkan pembaharuan menuju ke arah yang lebik cantik dan elok bagi wajah pendidikan di negeri ini.
Namun apa yang kemudian malah terjadi, tepat pada peringatan HPN 2 Mei lalu, kita menyaksikan beberapa tragedi yang begitu memilukan di dunia pendidikan kita. Beberapa tragedi memilukan yang terjadi pada peringatan HPN lalu di antaranya, pertama, ada mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara yang membunuh dosennya lantaran kesal dengan dosen tersebut. Kedua,terjadinya aksi demo besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang salah satu tujuannya adalah menuntut diturunkannya biaya pendidikan yang dirasa terlalu tinggi dan memberatkan.
Sungguh ironis memang, pendidikan diselenggarakan dengan dikapitalisasi. Dengan biaya yang sangat tinggi, tentu yang bisa menikmati pendidikan hanya orang kaya atau kaum yang bermodal. Sedangkan jika kita melihat keadaan di pelosok negeri kita yang katanya kaya raya ini, banyak para generasi muda yang cerdas dan mempunyai banyak potensi, namun terhambat untuk mendapat pendidikan tinggi lantaran berasal dari keluarga tidak mampu dan tidak mempunyai cukup uang untuk melanjutkan pendidikannya. Peranan pemerintah sebagai pihak yang membuat kebijakan sangat dibutuhkan kehadirannya dalam menangani masalah ketidakadilan pendidikan ini.
Selanjutnya yang ketiga, belakangan ini banyak berita beredar mengenai ulah para siswa-siswi sekolah kita, baik Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang baru saja selesai masa Ujian Nasional (UN) kemudian merayakan kelulusan mereka dengan cara-cara yang sangat tidak terpuji dan amoral. Mulai dari coret-coret baju dan sarana sekolahan, menggelar aksi konvoi dan arak-arak-an yang tujuannya tidak jelas dan malah mengganggu ketertiban lalu lintas, sampai pada ada sejumlah kelompok siswa yang menggelar pesta yang sarat akan tindakan amoral dalam rangka merayakan hari kelulusan mereka.
Masalah pendidikan kita memang sudah sangat-sangat begitu komplek. Mulai dari tingkatan yang paling bawah sampai pada tingkatan yang paling atas. Namun, pada tulisan ini, penulis hanya akan mencoba membahas pada pendidikan tingkat menengah saja. Karena pada tingkatan inilah yang paling banyak jumlahnya secara kuantitas di negeri ini.
Permasalahan pada sekolah menengah di negeri ini memerlukan perhatian yang khusus. Ini bukan permasalahan yang remeh temeh. Kita bisa membenahi pendidikan menengah kita melalui dua jalur, yakni jalur internal dan eksternal. Jalur internal yakni berasal dari dalam sistem itu sendiri, seperti dari pihak sekolah, guru, murid dan tata usaha. Sedangkan dari pihak luar, kita bisa membenahi lewat jalur hubungan masyarakat, atau dalam hal ini lebih tepatnya lagi melalui jalur komite sekolah. Adapun fokus dari tulisan ini adalah membahas mengenai pembenahan melalui jalur eksternal yakni melalui jalur peranan komite sekolah.
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa, eksistensi komite sekolah merupakan hal yang sangat penting bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Komite sekolah merupakan pihak yang menjembatani antara pihak sekolah dengan masyarakat. Dalam segala hal dan segala aspek, keberadaan komite sekolah adalah sebuah keniscayaan. Komite sekolah mempunyai tugas yang begitu dibutuhkan bagi berkembangnya suatu sistem pendidikan.
Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, yang membahas mengenai sistem pendidikan nasional, kemudian di dalamnya termaktum mengenai komite sekolah yang dalam Undang-Undang tersebut dimaknai sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan. Komite sekolah berasal dari unsur masyarakat. Bisa berasal dari unsur orang tua murid atau wali murid, tokoh masyarakat, tokoh Agama atau siapapun yang disepakati oleh anggota sekolah untuk menjadi komite sekolah.
Keberadaan komite sekolah diharapkan bisa turut serta dalam menyelesaikan persoalan pendidikan pada hari ini. Jika pihak sekolah memperbaiki dari dalam sistem, maka dari pihak komite sekolah bisa memperbaiki dari luar sistem. Memantau perkembangan pendidikan dari luar, melalui masyarakat dan lingkungan sekitar pendidikan.
Komite sekolah bisa menggunakan empat pilar tugas utamanya dalam upaya dan ikut serta memperbaiki pendidikan. Adapun ke empat pilar tersebut yakni, pertama, sebagai pemberi pertimbangan (Advisory Agency). Pihak komite sekolah bisa memberikan pertimbangan mengenai kebiakan apa yang akan diambil oleh pihak sekolah, utamanya dari pihak eksternal. Kedua, sebagai pendukung (Supporting Agency). Dukungan yang kuat dari pihak luar, dalam hal ini dari komite, tentu saja menjadi suntikan yang berarti bagi pihak pendidik dalam melakukan perbaikan. Ketiga, sebagai pengontrol (Controling Agency). Jika ada siswa yang melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji dan amoral, maka pihak luar yang dalam hal ini diwakili oleh komite, bisa memberikan pengontrolan bagi penylenggara pendidikan. Kemudian yang keempat, sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Akhirnya, dibutuhkan banyak pihak untuk mengatasi permasalahan pendidikan bangsa pada hari ini. Baik dari pihak internal maupun pihak eksternal. Keduanya mempunyai peran yang strategis dalam memajukan pendidikan. Namun selama ini dari pihak eksternal, yang dalam hal ini diwakili oleh pihak komite sekolah, tampaknya masih belum secara optimal ikut serta dalam memajukan pendidikan kita. Dengan demikian, optimalisasi peran komite sekolah merupakan salah satu langkah yang harus ditempuh dalam memajukan pendidikan di negeri ini. Wallahu a’lam! [*]
Oleh: Misbahul Munir
Pemerhati Pendidikan dan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta