Eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan sosial dan keagamaan bagi tatanan kehidupan masyarakat, memiliki peran vital dalam mengayomi dan membina moral dan akhlaq masyarakat secara luas. Pesantren yang diyakini sebagai agent of change, diharapkan tetap mampu melaksanakan revolusi moral yang semakin mengalami pergeseran dari satu dekade ke dekade selanjutnya. Pesantren harus menjadi pelopor utama pembinaan moral dan akhlaq masyarakat, khususnya bagi kalangan santri sendiri yang akan terjun ke lingkungan masyarakat.
Sampai saat ini, pesantren berperan aktif untuk membangun transformasi sosial dalam menghadapi derasnya tantangan zaman yang semakin berkecamuk di tengah tuntutan untuk mempertahankan nilai dan tradisi pesantren itu sendiri. Pesantren pada dasarnya merupakan pendidikan yang syarat dengan transformasi sosial yang berupaya meletakkan dasar-dasar kebijakan dalam kerangka pengabdian sosial, terutama terbentuknya pembinaan moral yang semakin mengalami pergeseran.
Pengabdian pesantren bagi transformasi sosial setidaknya bisa mempertegas posisi pesantren di tengah benturan peradaban yang semakin berkecamuk. Di tengah benturan peradaban itulah, pesantren mendapatkan tantangan luar biasa untuk keluar dari kungkungan nilai dan tradisi yang sudah kental sejak lama, namun progresifitas keilmuan yang semakin berkembang pesantren tetap bertahan walaupun mendapatkan gempuran modernitas yang menakjubkan.
Secara kultur, pesantren memang dibangun atas dasar kekeluargaan dan kekerabatan yang menjadi elemen penting dalam memperkuat jalinan kebersamaan dan silaturrahmi antar kelompok yang berkepentingan sehingga nilai-nilai dan tradisi yang sudah lama terbangun dapat dilestarikan sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan pendidikan secara umum. Sebagai lembaga pendidikan alternatif, pesantren diharapkan mampu menabur benih peradaban yang gemilang dan menjadi pelopor gagasan keilmuan yang cemerlang.
Disadari atau tidak, pesantren tidak bisa dilepaskan dari iklim pendidikan yang mensyaratkan elemen yang terlibat di dalamnya berperan penting dalam memproyeksikan jargon “menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”. Jargon itulah yang seharusnya ditanamkan dalam benak dan pikiran santri yang seringkali terjebak oleh kemajuan ilmu pengetahuan, sementara nilai-nilai dan tradisi yang menjadi ciri khas pesantren terabaikan sehingga nilai-nilai yang dibangun pun berjalan timpang dan tumpang tindih.
Tugas pesantren harus melakukan perubahan sosial dan transfer keilmuan yang membantu tatanan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Perubahan sosial yang dimaksud adalah berupaya menjadi garda paling depan dalam membidani persoalan-persoalan yang tengah dihadapi masyarakat secara umum, di samping juga terus menerus menanamkan nilai-nilai moral sebagai pijakan dalam mengarungi derasnya persaingan hidup yang semakin kompleks.
Pesantren sangat berperan penting dalam memelihara nilai dan tradisi masyarakat Madura dikenal sebagai “masyarakat religius”. Sejak dulu pun, religiusitas masyarakat Madura, telah dikenal luas sebagai bagian dari keberagamaan kaum muslimin Indonesia yang berpegang teguh pada tradisi (ajaran) Islam dalam menapaki realitas kehidupan sosial budayanya. Antara pesantren dan masyarakat Madura bagai dua sisi matang uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Pandangan hidup orang Madura pun tidak bisa lepas dari nilai-nilai ajaran agama yang dipadukan dengan kearifan dalam tradisi lokal, khusunya tradisi di pesantren. Sebuah fakta sosiologis tak terbantahkan bahwa hampir seluruh orang Madura adalah penganut agama Islam, yang menjadikan pesantren sebagai sentrum pengetahuan dalam mencetak generasi bermoral dan berakhakul karimah. Ketaatan mereka pada agama Islam sudah merupakan penjatidirian penting bagi orang Madura dalam menyikapi realitas kehidupan yang penuh dengan tantangan globalisasi. Hal ini terindikasikan pada pakaian mereka, yaitu samper (kain panjang), kebaya, dan burgo’ (kerudung) bagi kaum perempuan, sarong (sarung) dan songko’ (kopiah atau peci) bagi kaum laki-laki yang sudah menjadi simbol pesantren dan keislaman secara umum.
Pendidikan pesantren harus diakui berfungsi sebagai media dan instrumen untuk melakukan revolusi dan transformasi nilai agar umat mampu bergerak lebih cepat dalam mengawal mobilisasi sosial berdasarkan nilai-nilai dan ajaran agama. Mobilisasi sosial yang hendak digerakkan pesantren berkaitan langsung dengan persoalan-persoalan yang tejadi di masyarakat, semisal bagaimana menjaga tradisi lokalitas agar tidak terjebak dengan gaya hidup modern yang terlalu berlebihan. Sampai kini pun, pesantren masih tetap konsisten dalam menjalankan visinya untuk membangun kultur Islami yang senafas dengan tradisi lokal di tengah-tengah kehidupan masyarakat Madura.
Berbagai penelitian memang menyebutkan bahwa religiusitas masyarakat Madura sampai saat ini masih tetap kokoh dalam menghadapi tantangan global yang semakin besar. Jika dicermati, penanaman nilai dan tradisi pesantren dalam kehidupan masyarakat Madura pada perkembangannya berjalan secara sinergis dengan konteks budaya lokal. Artinya, pemahaman dan penafsiran ajaran agama sesuai dengan konteks budaya masyarakat yang memang menjunjung tinggi nilai-nilai lokalitas sebagai muatan fundamental dalam mengekspresikan religiusitas yang dianutnya.
Dalam tradisi pesantren, memakai kerudung atau jilbab adalah salah satu identitas yang menjadi cerminan seorang muslimah dalam menjaga kesucian dari pandangan lawan jenis. Tradisi yang melekat dalam tradisi pesantren, ternyata bisa dilestarikan di berbagai lembaga pendidikan, melalui kewajiban pelajar atau pegawai negeri sipil untuk memakai kerudung. Tradisi ini ternyata sejalan dengan nafas pesantren yang sangat menjungjung tinggi nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Buktinya, simbol Gerbang Salam (Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami) yang menjadi identitas orang Pamekasan, berkembang pesat seiring dengan perhatian pemerintah dan masyarakatnya secara umum untuk lebih giat dalam memperkaya khazanah pengajaran keislaman.
Sebagai lembaga social keagamaan, pesantren diharapkan mampu menjaga dan memantau perkembangan tradisi dan kebudayaan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Pesantren bisa bekerja sama dengan lembaga pendidikan atau pemerintah untuk memastikan bahwa tradisi lokal yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman tetap terpelihara dengan baik dan tidak terserabut dengan gaya hidup modernitas.
Saya berharap bahwa pesantren tidak hanya fokus untuk pengembangan keilmuan agama, tetapi juga harus melakukan transformasi sosial dalam merawat tradisi masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman. Keberadaan pesantren dalam konteks masa kini tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga moralitas masyarakat Madura secara keseluruhan. Dengan adanya motto Gerbang Salam yang melekat dalam kehidupan masyarakat Pamekasan, diharapkan bisa dijadikan sebagai pelecut semangat untuk membangun kearifan lokal yang berbasis moralitas dan religiusitas. [*]
Oleh: Mohammad Takdir Ilahi
Dosen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA), Sumenep, Madura