
PROBOLINGGO | koranmadura.com – Tepat tanggal 3 Mei, merupakan peringatan hari kebebasan pers internasional. Namun, sejarah kebebasan pers di Probolinggo tak selalu berjalan mulus. Sepuluh tahun lalu, terjadi peristiwa tragis yang menimpa wartawan Probolinggo, Herliyanto.
Publik pun masih mengingat jelas, kengerian saat itu. Bahkan kasus ini, menjadi perhatian dunia. UNESCO mengutuk aksi pembunuhan yang terjadi pada Sabtu, 29 April 2006 silam ini. Hingga saat ini, kasus tersebut masih sumir. Sebab, otak pembunuhan diduga masih berkeliaran bebas.
Informasi yang berhasil dihimpun, tersangka pembunuhan kabur dari rumah sakit jiwa Lawang, Malang. “Entah memang gila atau pura-pura gila, kami tidak tahu pasti. Yang jelas, kami (wartawan Probolinggo) sempat melakukan demo ke Kejaksaan, menuntut kejelasan kasus tersebut,” Kata mantan Ketua PWI Probolinggo, Ikhsan Mahmudi, kepada wartawan, Selasa (3/5).
Ikhsan Mahmudi mengatakan, ketika peristiwa itu terjadi dirinya juga bertugas sebagai wartawan surat kabar harian. Dengan korban pun, akrab. Dikatakannya pula, hingga saat ini kasus tersebut mereda dan tenggelam dengan sendirinya.
“Atas kekerasan terhadap insan pers, kami sangat menyayangkan. Apabila ada ketidak puasan terhadap pemberitaan wartawan, jangan menggunakan kekerasan atau premanisme. “Lebih baik gunakan hak jawab, yang dijamin undang-undang,”tandasnya.
Kasatreskrim Polres Probolinggo, AKP Mobri Cardo Panjaitan, mengatakan, kasus tersebut sudah ada putusan tetapnya (inkrach). Berdasarkan berkas Polres Probolinggo, pemicu kisah tragis tersebut adalah tulisan korban. Tentang dugaan kasus korupsi jembatan. Korban kemudian dieksekusi dengan keji.
“Tahun 2007, tiga pelaku tertangkap. Proses kemudian berlanjut ke meja hijau. 2009, sebagai saksi kunci, divonis bebas. Alasannya, tes kejiwaan menyebut tersangka gila. Akhirnya, dua tersangka lainnya juga dibebaskan karena kurangnya alat bukti,” ucap Kasatreskrim.
Terkait peringatan hari kebebasan pers, Kastareskrim Polres Probolinggo, mengimbau, agar masyarakat segera menghubungi wartawan, dan pihak berwajib. Apabila ada kejadian di sekitar wilayah masing-masing.
Sebelumnya, aksi pembunuhan Herlyanto terjadi Sabtu malam. Di tengah hutan jati jalan tembus Desa Tulupari Kecamatan Tiris menuju ke Desa Tarokan Kecamatan Banyuanyar, laki-laki yang akrab dipanggil Herly ini ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Tubuh ayah dua anak itu bersimbah darah, dengan sembilan luka bacokan benda tajam. Mulai punggung, perut hingga kepalanya. Saat ditemukan, korban dalam posisi tengkurap dengan usus terburai sekitar 30 meter dari sepeda motornya. Polisi menyimpulkan korban meninggal setelah dibacok dengan senjata tajam. Saksi mata mengatakan, sebelum dibunuh korban sengaja dibuntuti oleh beberapa orang.
Hasil investigasi Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Indonesia menyebutkan, kematian Herlyanto berlatar belakang berita yang ditulisnya. Hal itu terlihat dari hilangnya bloknote dan handphone korban, di awal peristiwa itu terjadi.
Hasil investigasi itu pula yang kemudian menjadi dasar organisasi wartawan internasional International Federation of Journalist (IFJ), Reporter Without Border dan United Nation of Education Sosial and Cultural Organisation (UNESCO) PBB ikut pengutuk peristiwa itu. (M. HISBULLAH HUDA)