Wacana rasionalisasi atau pemangkasan sebanyak satu juta Pegawai Negeri Sipil (PNS) belakangan terus bergulir liar. Bergulirnya wacana rasionaliosasi ini tentu membuat merah wajah sebagian kalangan PNS. Mereka yang akan dirumahkan adalah PNS yang tidak kompeten, tidak kualified, tak profesional, dan tidak disiplin. Sepertinya soal lemahnya produktivitas, disiplin, kerajinan, semangat kerja para PNS memang problem besar bagi negeri ini.
Soal kinerja PNS, kita berani jujur dan bercerita apa adanya. Misalnya, jika kita berurusan dengan aparat birokrasi daerah, kadang kita juga dibikin jengkel dengan lambannya kinerja aparat, pegawai kadang tampil bukan seperti pelayan publik, tapi justru berlagak seperti juragan, rumitnya pelayanan birokrasi dan ditambah adanya pungutan liar. Belum lagi laporan masyarakat kepada Ombudsman Republik Indonesia terhadap pelayanan birokrasi pemerintah, laporan masyarakat yang terus meningkat itu merefleksikan ada persoalan pada profesionalitas dan kapabilitas para PNS . Anehnya, dengan gaji PNS tinggi sekalipun, problem besar ini tetap masih mengakar di lingkungan birokrasi.
***
Wacana rasionalisasi sendiri muncul dari keinginan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (kemen-pan-RB) yang bertujuan melakukan efisiensi belanja pegawai, meningkatkan kompetensi kinerja PNS, dan lebih jauh menguatkan fiskal negara.Menurut Kemen-pan-RB bahwa jumlah PNS saat ini terlalu banyak, tidak berbanding lurus dengan jumlah publik yang harus dilayani, lalu kinerja yang lemah, selain itu juga terlalu membebani anggaran belanja, dengan alasan itu alangkah baiknya untuk dikaji dan dilakukan rasionalisasi demi efektifitas anggaran dan kinerja.
Rencana merumahkan satu juta PNS demi mengurangi jumlah PNS di pusat dan di daerah dari 4,5 juta menjadi 3,5 juta orang memang langkah besar yang tidak salah. Pemangkasan Dengan jumlah 4,5 juta pegawai negeri, itu artinya sekitar 33,8 persen atau Rp 707 triliun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersedot untuk membayar gaji rutin pegawai. Bahkan, pada sejumlah daerah, lebih dari separuh APBD mereka ludes untuk belanja pegawai.
Padahal, idealnya, anggaran untuk para pegawai negeri tak boleh lebih dari 28 persen. Memang, hal ini bukan lagi rahasia, dimana beberapa daerah menggelontorkan lebih dari 50%, hingga ada yang mencapai 80% hanya untuk gaji pegawai. Porsi anggaran pegawai sebesar itu ujungnya mengorbankan aspek peningkatan pembangunan kesejahteraan publik. Besarnya anggaran untuk pegawai ini memang berawal dari alasan peningkatan pelayanan publik, namun siapa yang menjamin jika gaji pegawai naik lalu akan diikuti pelayanan yang lebih baik? Justru yang ada kualitas kinerja birokrasi belum menggembirakan. Dengan alasan tersebut, pemerintah berencana melakukan pemangkasan sekitar satu juta PNS agar terjadi efektivitas dalam penganggaran maupun kinerja.
Kebijakan rasionalisasi PNS sebenarnya kebijakan yang tepat jika didasarkan pada penggunaan anggaran dan efektivitas kinerja PNS. isu tentang rasionalisasi adalah isu yang sensitif, oleh sebab itu diperlukan langkah dan cara yang baik dan tepat dengan berbagai pihak terkait. Tentu saja rencana merumahkan 1 juta PNS ini sontak mengundang reaksi banyak orang, terutama PNS. Sepertinya isu besar ini diwacanakan sebelum segala sesuatunya benar benar clear.
Pemerintah tentu tidak elok jika serta merta ”main pecat” walaupun dengan beberapa pembenarannya. Ada langkah hati-hati dengan mekanisme dan tolok ukur yang jelas soal rencana pemangkasan ini. Sejatinya Kemen-pan-RB harus mempertimbangkan sejumlah aspek penting agar bagaimana langkah yang ditempuh terkesan bijaksana, efektif dan tidak menimbulkan efek negatif yang siginifikan.
Pertama, apakah spektrum kebijakan rasionalisasi PNS ini juga tidak memiliki aspek penurunan kualitas pelayanan public. Maksudnya, jika benar terjadi pemberhentian PNS dengan jumlah besar tentu akan menurunkan kinerja pelayanan publik. Hal ini bisa dilihat rasio PNS terhadap penduduk Indonesia mencapai (sekitar) 1,7 persen. Sehingga jika dihitung, sekitar 100 penduduk dilayani 1,7 PNS. Disisi ini pula yang sejatinya dipertimbangkan Kemen-pan-RB. Oleh sebab itu, pemerintah harus menjamin bahwa rasionalisasi jumlah PNS itu dengan keyakinan pelayanan publik akan meningkat secara signifikan.
Pemerintah juga harus menyediakan dana pengganti kepada mereka yang terkena rasionalisasi pegawai sebagai hak pegawai yanh harus dipenuhi, dan tentu bukanlah dana sedikit, jika jumlah pegawai yang diberhentikan besar maka dana yang disediakan pemerintah juga cukup besar. Misalnya menurut bagian kedua didalam PP Nomor 32 Tahun 1979 ada hak mendapatkan uang tunggu untuk pegawai. Kecuali pemerintah merevisi PP Nomor 32 Tahun 1979, sehingga tidak ada dana tunggu bagi hak pegawai. Disinilah diperlukan pertimbangan yang matang sebelum kebijakan ini dilegitimasi. Dan banyak aspek yang harus diperhatikan, bukan sekedar aspek di atas.
Namun, jika memang akhirnya pemerintah benar mengambil langkah ”merumahkan” 1 juta PNS, langkah ini haruslah atas dasar data akurat. Dan yang paling penting pemerintah harus menjamin langkahnya tersebut demi efektifitas fiskal dan kinerja birokrasi. Namun jika ternyata tidak terbukti, maka tentu ingatan publik akan sangat membekas terhadap langkah Kemen-PAN-RB tersebut. [*]
Oleh: Wahyudi
Pengurus Yayasan Wakaf Manba’ul ‘Ulum Cirebon. Pemerhati kesejahteraan sosial dan ekonomi.