Ibadah puasa Ramadan, kini telah memasuki hari ketujuh. Ada banyak hikmah yang bisa kita raih dalam perjalanan puasa. Mulai dari meningkatnya volume ibadah umat islam. Namun, meningkatnya ibadah individual tersebut tidak beriringan dengan meningkatnya ibadah sosial umat Islam.
Pasalnya, disana-sini masih banyak prilaku-prilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai moralitas kerap dilakukan. Mulai dari korupsi, teror, mesum, pencurian, pedagang nakal dan lain-lain.
Fenomena sosial di atas menunjukkan bahwa nuansa bulan Ramadan atau puasa tidak cukup ampuh menjadi terapi pencegahan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan orang lain. Hal ini terjadi lantaran lemahnya pemahaman terhadap esensi dari puasa. Secara esensial, puasa memiliki dua aspek nilai. Pertama, nilai formal yaitu yang berlaku dalam perspektif ini puasa hanya tinjau dari segi menahan lapar, haus dan birahi. Maka menurut nilai ini, seseorang telah dikatakan berpuasa apabila dia tidak makan, minum dan melakukan hubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Secara subtansial, puasa bukanlah soal fisik semata, melainkan penempaan batin dari hawa nafsu. Semua ibadah yang disyariatkan Allah tentu penuh dengan rahasia tersembunyi. Jarang sekali yang merenungkannya dan memahami, hingga dijiwai sebagai syariat. Banyak perbuatan orang puasa yang secara syariat tidak membatalkan puasa, namun mnggugurkan pahala besarnya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW telah memberikan warning terhadap umat muslim melalui sebuah haditnya yang berbunyi : “Banyak orang yang puasa mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya rasa lapar dan haus saja”. H.R. bukhari. Dari hadits ini, kita dapat mengetahui bahwa hakekat atau esensi puasa tidak hanya menahan rasa lapar, haus dan gairah birahi saja, melainkan dalam puasa terkandung berbagai aturan, makna dan faedah yang mesti diikuti.
Kedua, nilai fungsional yaitu yang menjadi parameter sah atau rusaknya puasa seseorang ditinjau dari segi fungsinya. Adapun fungsinya yaitu untuk menjadikan manusia bertakwa (laa’lakum tattaqun). QS. Al-Baqarah 183. Kemudian menurut nilai ini, puasa seseorang sah dan tidak rusak apabila orang tesebut dapat mencapai kualitas ketakwaan terhadap Allah SWT.
Fondasi Perubahan
Jika kita berpijak pada nilai puasa, maka setidak-tidaknya ibadah puasa memiliki dampak yang positif baik kepada diri sendiri maupun pada orang lain. Sebab, sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa muara dari ibadah puasa adalah takwa. Menurut hemat saya, konotasi taqwa disini memiliki dua dimensi yakni taqwa sebagai hamba Allah dan taqwa sebagai makhluk sosial. Karena itulah, saya memandang bahwa puasa ibadah puasa yang dilaksanakan umat islam seharusnya dapat membersihkan sifat-sifat negatif yang ada dalam diri kita, sehingga muncullah prilaku positif baik yang bermanfaat pada diri sendiri dan orang lain.
Mengapa demikian? Karena sejatinya, sepanjang bulan puasa Ramadan ini, kita, kaum Muslim, berlatih mengendalikan hawa nafsu. Misalnya, dengan puasa, berlatih agar tidak terkontaminasi oleh hawa nafsu yang terus menerus menyeret kita pada lembah kegelapan. Betapa pun rasa lapar dan dahaga mencengkeram, kita tetap menjalani puasa dengan sabar dan penuh hidmad menunggu waktu berbuka tiba. Betapa pun kantuk dan lelah menerpa, kita paksakan untuk melangkahkan kaki ke masjid, melaksanakan shalat fardhu berjamaah dan shalat tarawih serta ibadah-ibadah yang lain.
Menurut Imam Ghazali, puasa bukan hanya tentang perut. Puasa adalah berpuasanya seluruh tubuh, puasanya mata, puasanya kaki, puasanya tangan, puasanya telinga, bahkan hati pun ikut berpuasa. Puasa tidak hanya dipandang secara syariat antara sah dan batal. Karena yang puasanya sah hingga tebenam matahari belum tentu diterima oleh Allah. Melainkan puasa yang menyeluruh dari raga hingga jiwa. Dengan begitu, maka puasa Ramadan menjadi ruang untuk ujian dan latihan yang sangat hebat bagi jiwa dalam soal keimanan, kejujuran dan kepekaan sosial.
Dalam konteks itulah maka sejatinya pelaksanaan ibadah puasa merupakan pondasi atau titik tolak dalam menuju perubahan sosial. Karena melalui ibadah puasa kita berusaha keluar dari hegemoni hawa nafsu (korupsi, cinta dunia, teror, mesum, pencurian, nakal dalam berdagang dan lainnya). Melalui puasa pula, kita akan merasakan betapa lapar dan dahaganya mereka yang miskin (banyak bersedekah, zakat dan saling tolong menolong). Dari sinilah kemudian setiap manusia bisa menjelma menjadi pribadi yang baik, jujur, taqwa, dan peka terhadap sosial. Hal-hal yang demikian inilah seharusnya yang muncul dari hamba yang sedang dan telah melaksanakan ibadah puasa.
Penyakit hati seperti hubbud dun-ya (koruptif), tamak, lalai, dan prilaku yang dapat merugikan orang lain seharusnya sudah bersih dalam diri seorang umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah puasa. Mengapa, dengan puasa adalah media kita untuk keluar dari perbudakan hawa nafsu yang berwujud gila wanita, gila harta, gila kekuasaan, atau gila kehormatan duniawi.
Menurut ulama Sufi, orang-orang yang menuhankan hawa nafsunya sudah terkunci hatinya untuk menerima kebenaran. Saat ditunjukkan kebenaran, dia akan menutup rapat-rapat mata dan telinganya. Lebih jauh lagi, dia akan berusaha untuk mengaburkan kebenaran, atau menyelimuti kebenaran dengan kebatilan. Inilah dulu yang dikerjakan oleh sebagian kaum Yahudi yang dimurkai oleh Allah karena mengubah ayat-ayat Allah demi sepercik kesenangan dan kebanggaan dunia.
Akhirnya, melalui ibadah puasa Ramadan ini, mari kita tingkatkan volume ibadah kita dan semoga puasa Ramadan kita kali ini semakin meningkatkan daya tahan kita dari berbagai godaan hawa nafsu duniawi dan semakin menajamkan mata, telinga, dan hati kita dalam membedakan mana yang benar dan mana yang salah, sehingga kita tidak terperosok ke dalam golongan yang merasa berbuat baik, padahal telah melakukan kerusakan. Dan terbebaskan dari diperbudak hawa nafsu yang membawa kepada pelanggaran hukum Allah, dan panjanganya angan-angan kosong. Sehingga nilai-nilai ibadah puasa ini menjadi oase perubahan sosial. Wallahu A’lam. [*]
Oleh: Mushafi Miftah
Dosen Fakultas Syariah IAI Nurul Jadid Paiton Probolinggo