JAKARTA | koranmadura.com – Partai Demokrat bersikeras kasus dugaan suap yang melibatkan anggota Fraksi Partai Demokrat DPR, I Putu Sudiartana tidak ada kaitannya dengan partai berlambang mercy itu. Sebab, partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini tidak pernah memberikan mandat kepada politkus asal Bali itu untuk mencari dana bagi partai melalui jabatannya selaku Wakil Bendahara DPD Partai Demokrat.
Kendati demikian, bantahan ini tidak mengahalangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan aliran suap yang masuk ke Partai Demokrat, partai di mana tersangka I Putu Sudiartana bernaung.
Sejauh ini kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, baru terbuka informasi suap dari pengusaha dan Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumbar ke I Putu Sudiartana.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan kasus tersebut akan menjalar ke dugaan keterlibatan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno. Bahkan, pengembangan kasus dugaan suap perumusan anggaran proyek 12 ruas jalan di Sumatera Barat juga mengarah ke Partai Demokrat. “Kasus ini masih dalam pengembangan. Belum didapatkan informasi ada aliran dana ke partai politik (Demokrat). Masih didalami dan pengembangan,” ujar Laode saat dikonfirmasi, Kamis (30/6).
Syarif mengakui ada kejanggalan dalam kasus tersebut, sebab Putu bukan anggota Komisi V DPR yang mengurusi pembangunan infrastruktur. Politisi Partai Demokrat itu sehari-hari mengurusi masalah hukum dan keamanan di Komisi III DPR.
“Kami mendalami mengapa kepala dinas dan pengusaha menyerahkan uang itu kepada yang bersangkutan (Putu),” ujar Syarif.
Syarif menambahkan penyidik tidak segan-segan memanggil pihak lain mulai dari Pemerintah Provinsi Sumbar, anggota DPR hingga politisi parpol.
Sehari setelah penangkapan Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman (Prasjaltarkim) Sumatera Barat, lima petugas dari KPK melakukan penggeledahan di kantor tersebut di Padang, Kamis.
Lima petugas memakai rompi bertuliskan KPK itu tiba di Kantor Prasjaltarkim pada pukul 13.00 WIB dan langsung masuk ke ruangan monitoring, kata salah seorang petugas keamanan setempat yang tidak bersedia disebutkan namanya.
Menurut dia di ruangan monitor tersebut merupakan pusat pengawasan terhadap seluruh ruangan kerja karena di dalamnya merupakan pusat pemantauan CCTV. “Seluruh ruangan kerja disini dilengkapi CCTV dan pusatnya kendalinya ada di ruangan monitor,” tambah dia.
Pada pukul 16.00 WIB salah seorang petugas KPK berjilbab dan memakai masker terlihat keluar dari ruangan monitor sambil menenteng satu koper hitam besar. Kemudian lima petugas tersebut melanjutkan penggeledahan ke ruangan kerja Kepala Dinas Prasjaltarkim, Suprapto.
Lima petugas KPK tersebut dalam penggeledahan didampingi enam aparat kepolisian bersenjata laras panjang dari Polda Sumbar.
Sebelumnya KPK telah menetapkan lima tersangka kasus dugaan pemulusan rencana 12 proyek ruas jalan di Sumatera Barat senilai Rp300 miliar di Sumbar agar dibiayai lewat APBN-P.
I Koper
Sementara itu, pada Kamis (30/6), penyidik KPK juga menggeledah ruang I Putu Sudiartana yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan 12 ruas jalan di Sumatra Barat agar dimasukkan dalam APBNP 2016.
Usai menggeledah, seorang penyidik KPK terlihat membawa 1 koper hitam sedangkan para penyidik lainnya menenteng tas punggung. Keenam penyidik keluar tanpa bicara dan dikawal oleh pengamanan dalam (Pamdal) DPR.
Dari Selasa malam (28/6) hingga Rabu dini hari (29/6), KPK menciduk enam orang dari sejumlah tempat. Mereka adalah I Putu Sudiartana sendiri (IPS), bersama sekretaris Putu, Noviyanti (Nov), dan suami Noviyanti yang bernama Muchlis (MCH).
Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK mengamankan uang 40 ribu dollar Singapura dari tangan I putu Sudiartana. Selain itu juga menemukan bukti transfer uang senilai Rp500 Juta.
Kemudian pihak swasta bernama Suhemi (SUH), seorang pengusaha bernama Yogan Askan (YA), dan Suprapto (SPT).
Atas perbuatannya, Putu, Noviyanti, dan Suhemi selaku penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Sedangkan Yogan dan Suprapto selaku pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (GAM/ANT/ABD)