Melalui proses pemilihan sangat ketat Donald John Trump akhirnya terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat ke 45. Trump mengalahkan calon dari Partai Demokrat Hillary Clinton setelah memperoleh jumlah electoral college sebesar 288 suara.
Kemenangan Trump ini tergolong mengejutkan bila menyimak dinamika sebelum pemilu. Sebelum hari pelaksanaan pemungutan suara berdasarkan hampir semua polling Calon Presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton masih unggul. Beberapa exit poll pun masih mengindikasikan kemenangan Hillary. Namun ketika perhitungan final Trump yang tampil sebagai pemenang.
Banyak hal yang layak menjadi pelajaran dari pelaksanaan pemilu di negara yang diklaim paling demokratis itu. Pertama, inilah kemenangan dari Calon Presiden yang oleh sebagian pengama disebut-sebut produk dari media sosial. Trump menang karena kemampuan antara lain melalui upaya memaksimalkan media sosial.
Jaringan partai Republik yang dinilai kurang berperan maksimal tertolong kemampuan tim kampanye memainkan pengendalian opini melalui media sosial. Kontroversi Trump yang di media konvensional tercover luar biasa sehingga sempat memunculkan sikap antipati yang berujung penurunan elektalibitas Trump terselamatkan melalui intensitas kampanye media sosial.
Pesan-pesan media sosial yang cenderung mengarah pada pendekatan personal ternyata mampu berperan lebih efektif mempengaruhi pilihan masyarakat Amerika Serikat. Trump yang penuh kontroversi seperti tersucikan melalui jaringan media sosial.
Kedua inilah pemilu di Amerika Serikat yang tergolong paling keras memecah keberpihakan di antara para pendukung. Dipacu antara lain dari berbagai komentar Trump publik Amerika Serikat sempat dikhawatirkan terjebak perpecahan yang tak hanya sebatas opini. Pengungkapan sisi-sisi buruk dari masing-masing calon sempat menyiram aroma panas luar biasa.
Simak tentang berita beberapa selebriti di sana yang secara terbuka akan pindah kewarganegaraan jika Trump terpilih. Ketakutan penduduk keturunan imigran karena komentar kampanye Trumps melengkapi aroma panas dinamika pemilihan. Walhasil kekhawatiran perubahan drastis sikap pemerintah jika Trump menang benar-benar seperti bayang-bayang kelam bagi masa depan Amerika Serikat.
Ketiga, ketegangan yang baru kali ini terjadi dalam pemilihan di Amerika Serikat itu seperti mencair ketika Trump menyampaikan pidato kemenangan. Sosok kontroverial Trump seperti berubah dratis sehingga seperti menghapus komentar-komentar “mengerikan” selama masa kampanye.
“Ini waktunya bagi Amerika untuk mengobati luka dari perpecahan untuk kembali bersama, untuk para pendukung Republik dan Demokrat serta Independen di seluruh negeri. Saya katakan saat ini adalah waktu yang tepat untuk bersama-sama dan bersatu,” tegas Trump seperti mengakui betapa ketegangan hingga mengarah perpecahan dalam pemilihan kali ini sangat terasa. Dan ia ingin semua batas-batas perbedaan dikubur bersama selesainya pemilihan.
“Saya berjanji pada seluruh warga di negeri kita ini bahwa saya akan menjadi presiden untuk semua warga Amerika dan ini sangat penting bagi saya. Untuk yang memilih yang tidak mendukung saya sebelumnya, ada beberapa orang, saya meminta nasehat dan bantuan anda agar kita bisa bekerja sama dan mempersatukan negara kita,” lanjut Trump.
“Ini merupakan gerakan yang terdiri dari warga Amerika dari segala ras, agama, latar belakang dan kepercayaan, yang menginginkan pemerintah untuk melayani warganya dan negara akan melayani warganya,” katanya.
Trump seperti hadir dalam sosok baru dalam bingkai kearifan, yang mengubur berbagai kontroversi panas pada masa-masa kampanye. Ia ingin mengajak warga Amerika move on dari keberpihakan dukungan dan bersatu memperbarui American dream.
Simak pula komentar lawannya. “Kita harus menerima hasil ini, lalu kemudian menatap masa depan. Donald Trump akan menjadi presiden kita. Kita berutang padanya sebuah pikiran terbuka dan kesempatan untuk memimpin. Konstitusi demokrasi kita mengabadikan proses perpindahan kekuasaan yang damai,” ungkap Hillary
Begitulah sebuah proses demokrasi. Perbedaan keberpihakan dukungan, ketegangan, amarah, sakit hati semua mencair usai dipastikan siapa terpilih. Tak ada lagi warga atas dasar perbedaan dukungan; semua warga negara bersatu dalam kepemimpinan Presiden terpilih.
