Oleh: Devia Eka Wardani*
Media dapat menghubungkan kita dengan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Dengan adanya media semuanya terasa lebih mudah, mencari orang, bertukar informasi, mengirim pesan, membeli segala macam kebutuhan, dan berbisnis. Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh media, khusunya media sosial, penggunaan media juga rentan terhadap kasus penipuan.
Penipuan merupakan salah satu kejahatan yang membuat resah dan seringkali dialami oleh sebagian besar masyarakat kita. Penipuan dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebelum teknologi masuk dan belum berkembang, banyak penipuan yang terjadi secara langsung, yakni dengan saling bertatap muka antara pelaku dan korban. Si pelaku harus mempelajari dahulu teknik menghipnotis dan taktik jitu agar si korban tertipu. Butuh pengalaman dan percobaan dalam waktu yang lama untuk mempelajarinya hingga si korban berhasil tertipu. Berbeda lagi dengan penipuan secara tidak langsung, penipuan ini tidak perlu bertatap muka langsung dengan si korban, melainkan melalui media.
Tak jarang orang yang tertipu melalui media, banyak kasus dan motif penipuan yang harus kita ketahui jika kita tidak ingin menjadi korbannya. Salah satu caranya adalah dengan literasi media. Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media menjadi sadar / melek media terhadap cara media yang dibuat dan diakses. Apakah literasi media penting bagi kita? Sangat penting. Kita bisa saja menjadi korban penipuan jika tidak melek terhadap media. Beragam informasi yang mita terima belum tentu semua
nya benar, beragam tawaran bisnis online juga tidak menjamin bahwa semuanya benar dan aman. Kita harus teliti dalam menghadapi sesuatu di dalam media agar kerugian dan status sebagai korban tidak terjadi kepada diri kita.
Seperti beberapa kasus yang terjadi pada sebagian mahasiswa/i di Universitas Trunojoyo Madura baru baru ini. Berbagai motif baru mereka gunakan demi kelancaran aksi penipuan. Sebagian dari mereka tertipu oleh pelaku nakal yang memanfaatkan media demi merauk keuntungan. Keuntungan tidak hanya berupa uang, namun juga bisa hal yang lainnya.
Untuk penipuan berbasis uang, biasanya pelaku meminta pulsa kepada korban menggunakan media SMS (Short Message System). Pelaku menyamar menggunakan nama teman dekat si korban, biasanya yang menjadi korban adalah mahasiswa/i yang mengikuti organisasi. Awalnya si pelaku ini menghubungi salah satu teman si korban, terkadang menyamar sebagai pihak sponsorship atau bahkan menyamar sebagai senior. Kemudian ia meminta nomor telepon teman-temannya dengan alasan demi kelancaran kerjasama sehingga akan dihubungi lebih lanjut. Setelah si pelaku mendapatkan nomor-nomor itu, ia pun beraksi mengirim pesan yang sama ke semua nomor tersebut dengan menggunakan nama teman si korban. Isi dari konten tersebut tidak hanya menyebutkan nama, namun juga menyebutkan nama panggilan si korban agar membuat korban percaya bahwa itu adalah temannya. Rupanya si pelaku telah memberikan bumbu-bumbu proximity di dalam pesan yang dikirimnya. Karena dengan adanya proximity di dalam konten SMS tersebut ternyata membuat si korban merasa bahwa itu benar-benar temannya, sehingga diisilah nomor pelaku itu pulsa. Si pelaku tidak meminta pulsa hanya Rp.5.000,- akan tetapi Rp. 100.000,- yang ia minta. Penipuan ini telah memakan banyak korban dan menimbulkan total kerugian mencapai jutaan rupiah.
Sedangkan penipuan yang berbasis keuntungan lain (dalam hal ini melihat anggota tubuh lawan jenis) menggunakan media BBM (BlackBerry Messenger) dengan menyamar sebagai sosok yang terkenal di UTM. Dalam kasus ini ia menyamar dengan menggunakan profil Queen UTM, kasus penipuan yang satu ini mengincar sosok yang memiliki obsesi untuk menjadi model dan sosok yang terkenal.
Untuk mengetahui bahwa kita berhadapan dengan pelaku penipuan adalah dengan dua tahapan dalam literasi media yang disampaikan oleh Jams Porter dalam Rahayu (Media Literasi Agenda “Pendidikan” Nasional yang terabaikan) Volume 1 nomor 2 halaman 171-184. Pertama, eksplorasi adalah keahlian dalam memilih dan memutuskan informasi yang kita dibutuhkan dari suatu pesan. Jika sekiranya pesan itu memang sesuai dengan kebutuhan kita, maka sah-sah saja jika informasi tersebut kita terima terlebih dahulu.
Kedua, recognize symbol, adalah keahlian untuk mengidentifikasi dan memilah simbol-simbol dalam suatu pesan / informasi. Ketika kita telah memutuskan untuk menerima sebuah pesan atau informasi, pastikan kita juga tidak lupa untuk memeriksa simbol-simbol tersembunyi di dalam isi pesan tersebut. Terdapat banyak kata yang memiliki banyak makna yang tersembunyi, meskipun itu atas nama teman dekat kita sendiri / keluarga kita juga harus berhati-hati. Jangan langsung mengambil tindakan tanpa berpikir panjang terlebih dahulu.
Dengan adanya literasi media kita bisa meminimalisir jumlah korban penipuan. Kita juga bisa menjadi generasi modern yang cerdas, tidak terbuai dengan media sampai kita lupa dan menutup mata. Bukan berarti kita selalu berpikiran negatif terhadap suatu informasi, namun alangkah baiknya jika kita seleksi dulu informasi yang kita dapatkan.. Kita tidak pernah tahu kapan bahaya penipuan itu datang kepada kita, namun kita harus tetap berwaspada dengan cara cerdas, yakni dengan literasi media.
*Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo Madura 2014