Menyambut kedatangan Hari Raya Idul Fitri Presiden Jokowi belum lama menandatangi PP Nomor 23 tahun 2017 tentang gaji ketiga belas dan PP Nomor 25 tahun 2017 tentang Tunjangan Hari Raya (THR). Melalui dua PP itu tersirat harapan pemerintah agar masyarakat Indonesia khususnya PNS, aparat TNI dan Kepolisian serta para pensiunan dapat merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan penuh kegembiraan.
Pemerintah memahami dan menyadari penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam perlu kesiapan dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri. Momentum Hari Raya Idul Fitri bagaimanapun sangat berarti bagi ummat Islam yang baru saja menyelesaikan ibadah puasa, selama satu bulan penuh. Katakanlah kegembiraan Idul Fitri sebagai bagian dari rasa syukur usai pelaksanaan ibadah yang tergolong relatif berat itu.
Namun demikian, dengan pikiran tenang penuh kearifan kita berharap kebijakan pemerintah itu tidak melarutkan masyarakat dalam kegembiraan berlebihan apalagi sampai menghabiskan biaya sangat besar. Merayakan Idul Fitri sebagaimana ajaran agama Islam hendaklah secara sederhana asal dapat berlangsung penuh hikmah. Ini sejalan semangat ajaran ibadah puasa yang penuh muatan nilai-nilai pengendalian diri. Karena itu usai pelaksanaan puasa dalam merayakan Idul Fitri selayaknya ummat Islam makin memiliki kemampuan mengendalikan diri termasuk di sini dalam hal memanfaatkan rezeki gaji ketiga belas dan tunjangan hari raya.
Kemampuan mengendalikan diri ini penting bukan hanya sebagai bentuk penerapan nilai-nilai ibadah puasa yang baru dilaksanakan ummat Islam. Secara aplikasi sosial pengendalian diri ini sangat terasa urgensinya terutama terkait berbagai kebutuhan ummat Islam pasca Idul Fitri khususnya menghadapi datangnya tahun ajaran baru yang sudah tentu banyak memerlukan berbagai kebutuhan biaya pendidikan anak-anak kita.
Bisa dipahami bila mengekspresikan kegembiraan kemenangan usai melaksanakan puasa ramadhan pada momentum Hari Raya Idul Fitri. Namun demikian sejalan nilai ajaran puasa, yang melatih ummat Islam merasakan penderitaan kalangan masyarakat kurang mampu, melatih kemampuan mengendalikan diri, rasanya akan lebih arif bila kegembiraan merayakan Idul Fitri jauh dari berlebihan. Apalagi sudah terpampang di depan mata tak lama usai Idul Fitri berbagai kebutuhan perlu disiapkan dalam menyambut tahun ajaran baru.
Selayaknya ummat Islam bersemangat ajaran ibadah puasa, harus mampu memilah mana kebutuhan prioritas utama serta yang hanya sekedar bersifat seremonial. Yang sekedar seremoni, yang bersifat elementer tentu tidak perlu sampai mengeluarkan begitu banyak biaya. Jauh lebih baik memprioritaskan persiapan kebutuhan mendasar untuk investasi jangka panjang bernama kepentingan pendidikan anak-anak kita.
Siapapun tidak ingin kegembiraan berlebihan pada momentum Idul Fitri meninggalkan kesulitan ketika ummat Islam menghadapi berbagai persoalan kebutuhan pendidikan usai Hari Raya Idul Fitri. Jauh lebih baik merayakan Idul Fitri secara sederhana asal hikmah dengan mengendalikan diri tidak terjebak hal-hal mubazir agar persiapan menghadapi tahun ajaran baru anak-anak kita dapat berjalan dengan baik.
Pendidikan anak-anak kita merupakan prioritas utama yang tak hanya terkait kepentingan keluarga namun menyangkut keseluruhan kemajuan bangsa Indonesia. Bila kesadaran nilai penting pendidikan dan kesungguhan memberikan pendidikan pada anak-anak kita berjalan baik, akan terwujud harapan peningkatan kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia. Kita ingat pernyataan Nelson Mandela bahwa pendidikan adalah pintu utama membebaskan masyarakat dari kemiskinan, keterbelakangan.
Ayo merayakan Idul Fitri secara sederhana demi kepentingan pendidikan generasi muda Indonesia.