JAKARTA, koranmadura.com – Utang pemerintah Indonesia yang mencapai Rp 4.034,80 triliun lebih pada Februari 2018 menjadi buah bibir rakyat.
Banyak elemen mulai merasa tidak nyaman dengan utang negara yang terus membuncit. Benar-benar membuat cemas, meskipun ada analis ekonomi beranggapan utang Indonesia sekarang angkanya memang bertambah besar namun tidak akan menyebabkan krisis moneter seperti yang menimpa Indonesia mulai 1997.
Nilai utang Indonesia di era Jokowi-JK saat ini dikhawatirkan mengganggu kedaulatan negara. Kegelisahan mayoritas rakyat Indonesia akibat utang pemerintah tersebut direspons Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dalam siaran persnya, Jumat, 23 Maret 2018, Sri Mulyani menilai perhatian seluruh pihak terhadap utang menjadi masukan baginya selaku pengelola keuangan negara untuk terus waspada.
Sri Mulyani menjelaskan secara gamblang kepada masyarakat bahwa kekhawatiran soal utang yang berlebihan bisa mengurangi produktivitas masyarakat.
“Kita perlu mendudukkan masalah agar masyarakat dan elite politik tidak terjangkit histeria dan kekhawatiran berlebihan yang menyebabkan kondisi masyarakat menjadi tidak produktif, kecuali memang tujuan mereka untuk membuat masyarakat resah, ketakutan, dan menjadi panik,” kata Sri Mulyani, Sabtu, 24 Maret 2018.
Menurut Sri Mulyani, utang merupakan salah satu instrumen kebijakan dalam pengelolaan keuangan negara dan perekonomian. Utang bukan tujuan, bukan juga satu-satunya instrumen kebijakan dalam mengelola perekonomian. “Dalam konteks keuangan negara dan neraca keuangan Pemerintah, banyak komponen lain selain utang yang harus juga diperhatikan. Misalnya, sisi aset yang merupakan akumulasi hasil dari hasil belanja Pemerintah pada masa-masa sebelumnya. Nilai aset tahun 2016 (audit BPK) adalah sebesar Rp 5.456,88 triliun,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, nilai tersebut belum termasuk nilai hasil revaluasi yang saat ini masih dalam proses pelaksanaan untuk menunjukkan nilai aktual dari berbagai aset negara mulai dari tanah, gedung, jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit dan lainnya. “Hasil revaluasi aset tahun 2017 terhadap sekitar 40% aset negara menunjukkan bahwa nilai aktual aset negara telah meningkat sangat signifikan sebesar 239 persen dari Rp 781 triliun menjadi Rp 2.648 triliun, atau kenaikan sebesar Rp 1.867 triliun. Tentu nilai ini masih akan diaudit oleh BPK untuk tahun laporan 2017,” jelasnya.
Karena itulah, Sri Mulyani mengingatkan masyarakat agar bisa memahami dengan jelas permasalahan utang dan tidak perlu terlalu khawatir. (DETIK.com/RAH/DIK)