JAKARTA, koranmadura.com – Persoalan rokok nampaknya masih menjadi polemik di masyarakat Indonesia. Prevalensi konsumsi rokok yang kian naik menjadi kekhawatiran karena akan menimbulkan permasalahan lain, khususnya kesehatan, dalam jangka panjang.
Meski kebijakan mengenai pembatasan konsumsi rokok telah dikeluarkan bahkan imbauan tentang penyakit dan kematian yang ditimbulkan oleh rokok sudah masif dijalankan oleh beberapa pihak, hal tersebut masih berbenturan dengan alasan tertentu. Terdapat dua kubu yang saling bertentangan ketika dihadapkan mengenai kebijakan pembatasan rokok.
“Jadi yang satu menganggap ini sebagai musuh, yang satu sebagai berharga. Dan kelompok yang menganggap ini (rokok) sebagai musuh masih relatif lebih sedikit dibandingkan yang menganggap ini berharga,” tutur Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Sitty Hikmawatty.
Hal ini menjadikan regulasi mengenai rokok menjadi kurang tegas yang berdampak pada kenaikan konsumsi rokok di kalangan remaja dan usia anak sekolah. Kelemahan dari sisi kebijakan membuat anak-anak dengan mudah membeli rokok.
“Harga rokok masih murah, banyak yang dijual eceran, iklan rokok yang kreatif memunculkan ketertarikan dan curiosity juga sehingga dia akhirnya wah kalau saya coba rasanya kayak apa ya,” tambahnya.
Oleh karena itu, KPAI saat ini sedang mengawal beberapa aturan yang terkait dengan rokok, salah satunya misalnya terkait dalam undang-undang penyiaran.
“Dalam UU penyiaran itu kan disebutkan bahwa narkotika, kemudian zat-zat adiktif, psikotropika, itu tidak boleh disiarkan. Tidak boleh ya. Dibatasi sama sekali,” pungkasnya. (DETIK.com/ROS/DIK)