KORANMADURA.com – Musim kemarau telah tiba, yang artinya musim tanam garam pun segera dimulai. Namun, kondisi saat ini justru masih banyak lahan tambak yang dibiarkan tak digarap.
Salah seorang petani garam di Desa Purworejo Kecamatan Kaliori, Rembang, Lilik menyebut saat ini harga garam merosot tajam. Hal itulah yang ditengarai menjadi penyebab para petani masih ogah menggarap lahan tambak garam.
“Memang masih banyak yang belum garap tambak. Termasuk saya ini baru garap, ini saja sendirian disini. Karena harga garam saat ini sangat tidak menguntungkan petani,” kata Lilik saat ditemui, Jum’at (5/7/19).
Ia menyebut, harga garam di tingkat petani hanya Rp 400 per kilogram (kg). Penurunan harga ini merupakan kondisi yang terparah sejak musim hujan.
“Dulu sempat di atas Rp 1.000, tapi kemudian turun terus. Akhir Juni kemarin Rp 500 per kg, sekarang cuma Rp 400 per kg. Jelas kan merugikan petani, wajar juga kalau banyak petani yang masih membiarkan tambak garamnya nggak keurus ketimbang rugi,” tambahnya.
Petani lainnya, Jamari berharap ada perhatian khusus dari Pemerintah Daerah setempat. Ia menyebut, harga garam yang diproduksi dengan cara manual kalah dengan dengan metode produksi lain.
“Kalau garam yang pakai terpal harganya masih lebih mahal. Apalagi sekarang ada garam yang pakai model prisma itu, bikin harga garam tanah makin merosot. Padahal ini harusnya naik, karena bukan musim produksi. Apa karena ada gudang garam itu atau varian garam yang makin bagus-bagus,” akunya. (detik.com/FAT/VEM)