By: Miqdad Husein
Pertemuan Jokowi dan Prabowo di MRT beberapa waktu lalu, sejatinya -di luar kepentingan nasional- menyelamatkan Prabowo Subianto. Secara personal terkait kedua tokoh tersebut yang diuntungkan bisa jadi justru Prabowo. Melalui pertemuan di MRT, Prabowo dilepaskan dari dugaan perangkap kekuatan kepentingan yang selama ini memanfaatkannya.
Siapa mereka? Sebenarnya masyarakat luas sudah mencium siapa mereka yang selama ini dianggap menunggangi pasangan nomor urut 02. Adalah kekuatan HTI yang paling mengisyaratkan itu. Ini antara lain terkait posisi HTI yang di masa kepemimpinan Presiden Jokowi secara resmi dibubarkan.
HTI agaknya merasa perlu memperjuangkan eksistensinya melalui harapan dari terpilihnya pasangan Prabowo-Sandi. Mereka berharap jika pasangan nomor urut 02 terpilih eksistensi formal dapat dikembalikan lagi.
Berbagai bantahan sempat beredar di berbagai media. Namun tampaknya jejak-jejak mereka makin sulit disembunyikan terutama pasca pertemuan Jokowi-Prabowo di MRT. Mereka sejak pertemuan itu merasa kehilangan harapan dan memperlihatkan kekecewaan berat kepada Prabowo. Secara terbuka bahkan mereka menunjukkan sikap emosional dengan menuduh Prabowo sebagai penghianat.
Amarah mereka yang terkesan kurang terkendali makin membuka agenda sesungguhnya mengapa mendukung Prabowo Sandi. Pelaksana Tugas PA 212 Asep Syarifuddin sempat memberikan pernyataan mengenai capres usungannya, Prabowo Subianto, yang bertemu dan mengucapkan selamat kepada presiden terpilih pada Pilpres 2019, Jokowi.
Asep Syarifudin menilai, pertemuan tersebut merupakan bentuk pengkhianatan Prabowo. Asep mengatakan, dengan melakoni pertemuan itu, Prabowo dianggap mengabaikan aspirasi umat, termasuk PA 212.
Apa aspirasi PA 212? Dalam kesempatan yang sama Asep Syarifudin secara terbuka menegaskan khilafah bisa tegak berdiri di Indonesia. Caranya, sudah tentu antara lain melalui upaya mendukung Prabowo-Sandiaga yang mereka nilai bisa membela dan mengakomodasi kepentingan mereka.
“Harapan saya 2024 khilafah tegak di Indonesia. Khilafah itu adalah syariat Islam. Kalau menolak khilafah itu menolak syariat Islam. Itu penodaan agama,” ungkap Asep dalam diskusi yang diselenggarakan di Gedung Joeang, Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).
Semua terpapar terang benderang apa sebenarnya dibalik ketegangan proses Pilpres 2019 yang sempat membuat masyarakat negeri ini terbelah. Dan pasca pertemuan di MRT itu terasa atmosfir penurunan tensi politik terutama pada sebagian ummat Islam yang sebelumnya sempat terprovokasi.
Politisasi Islam selama Pilpres merupakan taktik politik HTI yang diperjuangkan melalui pasangan nomor urut 02. Yang menyedihkan sebagian besar ummat Islam tidak menyadari dan sempat terpesona menganggap sebagai perjuangan atas dasar kepentingan Islam.
Memang ada kemungkinan terjadi sikap saling memanfaatkan antara HTI dengan -terutama- partai beridentitas Islam. Prabowopun terlalu pandai untuk tidak menyadari kemungkinan itu. Lagi-lagi di sini tercium dugaan pertimbangan kepentingan politik instan yang menggunakan permainan berbahaya politik identitas Islam.
Partai-partai Islam di negeri ini diyakini memiliki komitmen menjaga NKRI. Apalagi seorang Prabowo Subianto yang dikenal dan tak diragukan nasionalismenya. Namun agaknya sempat semangat permainan politik mereka kebablasan hingga menyerempet bahaya yang bisa menggoyahkan kedamaian NKRI.
Penting disadari bersama agar tidak bermain api menggunakan politik identitas untuk tujuan sekedar kekuasaan. Jangan pernah membiarkan api kecil terus membara apalagi sampai mulai membakar kedamaian negeri ini.