Oleh: Miqdad Husein
Entah apa yang ada pada pikiran Hanum Rais hingga menyebut penusukan Menko Polkam Wiranto sebagai settingan atau rekayasa. Apalagi ketika settingan dianggap Hanum bertujuan agar dana memerangi kelompok radikal mengucur.
Pernyataan sarkastis diposting anak dari M. Amien Rais itu pada jejaring sosial Twitter. Mungkin merasa mendapat reaksi kecaman belakangan cuitannya dihapus. Bahasa yang dipakai Hanum menyebut terhapus. Sebuah gambaran ‘jaim’ alias gengsi jika menyebut dihapus. Terasa nuansa arogannya.
Namun jejak digital sangat sulit dihapus. Apalagi pengguna jejaring lain berhasil membuat screenshot. Kecamanpun bagai ombak samudra datang menanggapi postingan Hanum Rais. Belakangan langkah hukum ditempuh oleh beberapa aktivis dengan melaporkan Hanum kepada aparat kepolisian.
Sebagai anggota DPRD Provinsi Yogyakarta terasa aneh bila Hanum Rais berkomentar bernada tudingan sarkastik. Lebih tak layak lagi ketika tudingan itu dikaitkan urusan uang. Seakan Pak Wiranto rela menjadi tumbal sandiwara penusukan sekedar demi kepentingan uang. Itu artinya resiko kehilangan nyawa, menjadi korban penusukan diperankan Pak Wiranto hanya demi lembaran uang. Benar-benar tudingan keterlaluan dari seorang Hanum Rais.
Hanum Rais benar-benar mengarahkan tudingan dengan sangat merendahkan. Seolah hanya demi uang dibuat skenario penusukan dengan mengorbankan tokoh sekaliber Pak Wiranto.
Mungkin akan berbeda reaksi masyarakat jika komentar Hanum menyebut sebagai konspirasi politik atau sebagai dasar pemerintah untuk lebih tegas menindak kelompok radikal misalnya. Tapi tudingan agar dana turun untuk mengatasi paham radikal benar-benar sebuah penghinaan.
Tak hanya itu, dengan menuding insiden penusukan sebagai settingan Hanum juga mengkerdilkan logika masyarakat. Apakah logis -untuk mendapatkan dana- mengorbankan tokoh setingkat Menko Polkam.
Makin terpapar jelas betapa sangat tidak sepantasnya seorang Hanum Rais, yang anggota dewan terhormat memberikan komentar tanpa dasar itu. Hanum agaknya tak pernah belajar dari kecerobohan penyebaran kasus hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet. Sebuah kecerobohan luar biasa yang membuat dirinya jadi bulan-bulanan publik.
Hanum Rais dan beberapa nama termasuk pula yang akhirnya berakibat terhadap orang-orang terdekat sekali lagi memberi pelajaran berharga tentang bagaimana seharusnya berkomunikasi di ruang publik. Kini bukan hanya ungkapan mulutmu harimaumu yang perlu disadari. Masyarakat perlu pula diingatkan bahwa jarimu dapat mencekikmu dan menyengsarakan orang lain.
Seluruh potensi bangsa, para tokoh agama, politisi, perlu menyadari bahaya tarian jari tanpa kearifan. Para elite itu perlu menjadi contoh bagaimana bersikap bijak dalam bermedia sosial. Masyarakat luas yang kini juga tertular ‘kecerobohan’ memerlukan keteladanan para elite. Bukan sekedar retorika.