KORANMADURA.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menemui Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin. Pertemuan itu membahas upaya pemangkasan birokrasi menganai alokasi dana desa dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pusat ke daerah.
“Prinsipnya sebetulnya positif, yaitu ingin memotong birokrasi, jangan sampai selama ini dana desa itu adanya di kabupaten, dari kabupaten baru ke desa. Namun seperti yang disampaikan oleh Ibu Menteri Keuangan, ada potensi penyimpangan di tingkat kabupaten, sehingga lebih baik potong jalur diserahkan kepada desa,” kata Tito di kantor Wakil Presiden, Jalan Veteran III, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2020).
“Ini juga terjadi dalam Bantuan Operasional Sekolah. Untuk SMA itu ke provinsi, kemudian untuk SMP-SD itu ke kabupaten. Problemnya ada masukan, di daerah-daerah tertentu itu ada yang terlambat 3 bulan dan harus ngurus,” sambungnya.
Tito mengatakan, upaya pemangkasan birokrasi pada alokasi penyaluran dua pendanaan tersebut dikarenakan sistem yang saat ini dilaksanakan memakan waktu yang lama dan tidak efisien dalam penerapannya. Dia menyebut banyak daerah yang kesulitan menyerap dana tersebut karena alokasinya tidak langsung ke lembaga yang membutuhkan.
“Bayangkan misalnya dari Nias dia harus ngurus ke Medan untuk dana SMA gitu ya. Kemudian dari Papua harus ngurus ke Jayapura, dari Kepulauan Natuna misalnya ngurus ke Batam, kan jauh. Sehingga ada yang sampai 3 bulan dananya belum turun. Kasihan kalau seandainya orang tua urunan dan baru nunggu diurus dananya, ini tidak efektif,” ucap Tito.
Dia pun mengaku telah berkomunikasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mengenai upaya pemangkasan birokrasi ini. Namun, dia menyebut, masih ada masalah pada upaya pemangkasan birokrasi ini.
“Problemnya adalah pertama masalah pembinaan, pengawasan, dan pengelolaan keuangan. Jangan sampai nanti, yang pertama yang soft saja, jangan sampai kepala sekolah sibuk dengan menerima dana kemudian sibuk dengan tugas yang lain sampai menanganinya itu perencanaan, pengelolaan keuangan, SPJ, pengadaan dan lain lain,” tuturnya.
Tito tak ingin upaya ini justru membuat berbagai pihak tidak dapat fokus menjalankan tugas utamanya. Dia mengakui bahwa otonomi atau independensi keuangan bisa membawa dampak positif dan negatif.
“Yang kedua, memindahkan potensi penyimpangan keuangan di tingkat provinsi dan kabupaten dipindahkan ke sekolah. Kenapa? Karena pegang uang para kepala sekolah,” ujar Tito.
Dia kemudian mengatakan diskusinya dengan Ma’ruf mengenai hal ini masih pada tahap penguatan ide. Tito menyebut dialog ini diperlukan, mengingat peran Kemendagri yang cukup sentral dalam hal koordinasi dengan pemerintah daerah.
“Kementerian dalam negeri memegang peranan cukup penting untuk menjembatani sinkronisasi antara pusat dan daerah,” pungkasnya. (DETIK.com/SOE/VEM)