Oleh : MH. Said Abdullah
Seorang anggota Komisi Fatwa MUI Pusat ditangkap Densus 88 karena diduga terkait tindakan terorisme. Langkah Densus 88 dapat dipahami dan selayaknya dihormati. Densus 88 sudah pasti bekerja profesional memiliki bukti-bukti obyektif serta alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Namun demikian tetap perlu Densus 88 bersikap lebih terbuka untuk memberikan penjelasan serta menunjukkan bukti-bukti yang mendasari tindakan pengkapan agar masyarakat memahami, mengerti serta tidak berkembang prasangka irrasional ataupun emosional.
Di era media sosial sekarang ini jangankan penangkapan terduga teroris, hal-hal ecek-ecekpun sering digoreng lalu diberi bumbu yang kadang bernuansa hoax. Diyakini mereka yang terafiliasi dengan teroris tidak akan tinggal diam. Segala cara akan mereka tempuh untuk melakukan perlawanan termasuk melalui memutarbalikkan fakta dan data.
Sekalipun terduga yang ditangkap merupakan pengurus MUI Pusat, sepenuhnya sangat diyakini tentu tidak terkait secara keorganisasian. Masyarakat dan Densus 88 sendiri sangat meyakini dan mengetahui bahwa aktivitas dugaan teroris ini merupakan tindakan sangat personal, bersifat pribadi dan sama sekali jauh dari keterkaitan dengan lembaga para ulama itu.
Namun pelajaran berharga dari penangkapan oknum anggota Komisi Fatwa MUI ini, pertama bahwa aktivitas terorisme memang sangat tak terduga. Mereka menggunakan segala cara melaksanakan sepak terjangnya antara berusaha memasuki areal apapun, termasuk MUI. Bisa dibayangkan, jika organisasi MUI, yang merupakan kumpulan para ulama, agamawan, yang karena keilmuannya tentu secara logika sulit dipengaruhi tetap saja dijadikan sasaran untuk disusupi.
Kedua, penangkapan ini pelajaran pada organisasi apapun di negeri ini untuk mewaspadai oknum-oknum yang beritikad buruk, terkait tindakan terorisme. Bisa dibayangkan jika organisasi sekaliber MUI saja dijadikan sasaran apalagi organisasi lainnya.
Potensi radikalisme yang beberapa waktu lalu disinyalir menyelusuf BUMN dengan penangkapan oknum anggota Komisi Fatwa MUI makin memiliki dasar pijakan rasional. Ditambah tertangkapnya kepala sekolah dasar yang merupakan PNS di Lampung, serta berbagai kasus penangkapan lainnya merupakan contoh riil betapa gurita teroris dan perilaku radikal kemungkinan telah menyebar luas. Kepala Sekolah Dasar itu merupakan anggota jaringan teroris jamaah Islamiyah yang ditangkap oleh penyidik pada Senin (1/11) kemarin. Ia tergabung dalam sebuah yayasan amal bernama Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf (LAZ BM ABA).
Seluruh kementerian agaknya perlu melakukan verifikasi sosial dan pengawasan terhadap berbagai aktivitas dakwah. Jangan sampai kegiatan dakwah menjadi areal penyebaran paham terorisme ataupun radikalisme serta pengerasan sikap kelompok.
Seluruh masyarakat perlu memberikan dukungan kepada Densus 88 antara lain aktif dengan memberikan informasi bila ada indikasi aktivitas mengarah tindak teror. Keamanan dan kedamaian negeri ini menjadi tanggungjawab bersama, tanpa kecuali.
Pengerasan sikap kelompok ini tercermin antara lain malalui penyebaran sikap merasa paling benar dan menganggap orang lain salah. Pada taraf lebih akut memunculkan perilaku takfiri yang gampang menyebut mereka yang hanya berbeda pendapat sebagai kafir.
Pengerasan kelompok, merasa paling benar dan orang lain salah terbukti secara sosial menjadi pintu utama paham radikalisme serta tindakan terorisme.
Seluruh masyarakat sampai saat ini meyakini MUI merupakan representasi ormas-ormas Islam yang diharapkan memayungi ataupun memberi suntikan penyebaran moderasi sikap beragama. Kejadian penangkapan anggota Komisi Fatwa sekali lagi lebih sebagai keterlibatan oknum.