Oleh : MH. Said Abdullah
Sebuah kejadian penting terlewati dan agak kurang mendapat perhatian masyarakat pengguna media sosial, yang biasanya terkenal rewel. Hanya beberapa media mainstream, yang relatif gencar memberitakan. Kejadian penting itu adalah protes Cina terhadap pengeboran minyak pemerintah Indonesia di Natuna.
Respon pemerintah sampai saat ini masih terus melanjutkan proyek pengeboran minyak tanpa terpengaruh sedikitpun dengan permintaaan penghentian Cina. DPR secara terbuka dan sangat jelas memberikan dukungan kepada pemerintah untuk terus melanjutkan pengeboran sebagai wujud riil kedaulatan energi Indonesia.
Klaim Cina melalui konsep Nine Dash Line (sembilan garis putus-putus) yang negara tersebut tetapkan adalah klaim sepihak yang tidak berdasar jika mengacu ketentuan hukum internasional. Oleh sebab itu Pemerintah harus dengan tegas menolak klaim dan mempertahankan setiap jengkal laut kita dengan sehebat hebatnya.
Kedaulatan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan hal yang tidak bisa ditawar oleh pihak manapun. Klaim dari siapapun atas wilayah teritorial negara kita harus kita hadapi dengan seluruh instrumen hukum internasional yang ada.
Perlu ditegaskan bahwa wilayat ZEE Laut Natuna Utara adalah bagian tak terpisahkan dari wilayah Republik Indonesia. Ini sudah sesuai hukum internasional. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) tahun 1982 memberi hak berdaulat kepada Indonesia untuk memanfaatkan sumber daya alam termasuk migas yang berada di bawah ZEE Indonesia tanpa boleh diganggu oleh negara lain.
Pijakan normatif hukum internasional sangat jelas. Seluruh negara yang telah meratifikasi UNCLOS ini, termasuk RI dan Cina, seharusnya taat dan menjunjung tinggi seluruh pasal dalam UNCLOS ini. Tidak ada alasan untuk mencampur-adukkan atau mengaitkan alasan kesejarahan. Apalagi tidak ada bukti sejarah dan hanya lebih merupakan klaim sepihak.
Sangat terasa aneh jika ketentuan hukum internasional yang telah disepakati bersama ingin dilabrak hanya berpijak dari data kesejarahan, yang tanpa dasar. Bisa-bisa nanti berbagai kesepakatan apapun diacak-acak oleh klaim sepihak dengan berbagai alasan jauh dari rasional.
DPR sangat jelas dan tegas mendukung sikap pemerintah untuk melanjutkan pengeboran di Natuna. Pijakan dan dasar normatif pemerintah melaksanakan kedaulatan energi itu, tak perlu diragukan lagi jika mengacu hukum internasional. Jadi, tidak ada alasan rasional untuk menghentikan kegiatan pengeboran hanya atas dasar klaim sepihak dengan bukti-bukti hanya bertitik tolak kesejarahan tanpa dasar.
Sebagian masyarakat Indonesia yang selama ini sering menuding pemerintah selalu bersikap manis pada negara Cina, seharusnya terbuka pemikirannya. Fakta terpampang bahwa pemerintah dan DPR siap menghadapi kekuatan siapapun dan tak akan pernah berkompromi sedikitpun jika menyangkut kepentingan kedaulatan NKRI.
Hubungan baik dengan Cina yang sering dilihat dengan perspektif negatif penuh kecurigaan sangat jelas sebatas terkait penanganan berbagai proyek, sepenuhnya bisnis murni, yang saling menguntungkan. Kepentingan bisnis to bisnis ini, tak ada kaitan dengan kedaulatan NKRI. Jati diri dan harga diri bangsa dan rakyat serta kedaulatan Indonesia tak akan pernah dapat ditukar dengan apapun.
Masyarakat yang selama ini bersikap sinis, dengan ketegasan pemerintah dan DPR terkait pengeboran Natuna yang diprotes Cina harus ikut serta memberikan dukungan. Ketika menyangkut kepentingan kedaulatan NKRI, perbedaan sikap politik harus dibuang jauh. Semua kekuatan bangsa dan rakyat harus bersatu bahu membahu demi menjaga kedaulatan NKRI dari rongrongan kekuatan dari manapun.
Dukungan luas seluruh masyarakat akan makin meyakinkan dan memberikan tambahan kekuatan energi moral pada sikap tegas pemerintah dan DPR. Siapapun perlu mengetahui bahwa NKRI bagi seluruh rakyat Indonesia adalah harga mati, yang tak bisa ditawar oleh kepentingan apapun.
