JAKARTA, Koranmadura.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2021 kembali mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Ini berarti, jelas Menkeu, sejak tahun 2016, pemerintah berhasil mempertahankan status WTP meskipun dihadapkan pada berbagai situasi dan tantangan yang sangat luar biasa, extraordinary, unprecedented, dan tidak mudah.
Menkeu Ani, sapaan akrabnya mengatakan, RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan (RUU P2) APBN pada Tahun Anggaran (TA) 2021 mencerminkan sebuah proses pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR RI sebagai wakil rakyat sesudah melalui proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
“Atas nama pemerintah, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada pimpinan dan seluruh anggota DPR RI atas dukungan dan kerja sama yang sangat baik dalam proses akuntabilitas publik ini,” ujar Menkeu saat membacakan pandangan pemerintah terkait RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2021, dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Dalam pembahasan RUU tersebut, lanjut Menkeu Ani, pihaknya menerima catatan, masukan, dan berbagai macam koreksi dari seluruh fraksi DPR RI untuk perbaikan dan efektivitas pengelolaan APBN yang akan terus dipelajari secara seksama dan dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
“Perbaikan akuntabilitas pengelolaan APBN akan terus dilakukan melalui sinergi di internal pemerintah, khususnya dalam meningkatkan kualitas sistem pengendalian internal, dan juga kepatuhan terhadap perundang-undangan,” kata Menkeu Ani, seperti dilansir dpr.go.id.
“Pemerintah juga akan melakukan pendampingan dan asistensi khususnya untuk Kementerian dan Lembaga (K/L) yang laporan keuangannya masih belum mendapatkan opini WTP sebagaimana rekomendasi yang telah disampaikan oleh DPR RI,” sambungnya.
Sementara dalam APBN Tahun Anggaran (TA) 2022, pemerintah masih berfokus pada percepatan pemulihan ekonomi serta penguatan reformasi APBN dan reformasi struktural. Reformasi APBN bertujuan meningkatkan kualitas belanja (spending better) yang berfokus pada pelaksanaan program prioritas untuk menjaga kesehatan masyarakat dan sustainabilitas fiskal dalam jangka menengah dan jangka panjang.
“Kita sadari bersama bahwa kerja keras belum selesai. Kini kita menyaksikan bahwa risiko yang kita hadapi telah bergeser dari pandemi ke gejolak ekonomi global. Inflasi global melonjak akibat supply disruption karena pandemi dan perang, dikombinasi dengan excessive stimulus fiskal dan moneter sebelum dan selama pandemi di negara maju,” katanya.
Kondisi ini, sebut Menkeu Ani, disusul dengan kebijakan pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga menyebabkan volatilitas pasar keuangan global, capital outflow, pelemahan nilai tukar dan lonjakan biaya utang (cost of fund). Kondisi ini diikuti oleh koreksi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
“Ini mengakibatkan potensi terjadinya stagflasi yaitu pelemahan ekonomi global disertai inflasi tinggi. Hal ini merupakan kombinasi yang rumit dalam proses pengambilan kebijakan untuk pemulihan ekonomi. Dalam kondisi sulit, seringkali kita dihadapkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang tidak mudah tetapi harus dilakukan,” ungkap Menkeu Ani.
Namun, dia optimistis bahwa dengan jiwa gotong-royong dan semangat kebersamaan, bahu-membahu bekerja sama maka Indonesia akan melalui masa sulit ini dengan sebaik-baiknya.
“Pemerintah dan DPR terus menjaga komitmen bersama untuk terus bekerja keras memberikan yang terbaik baik rakyat, melindungi masyarakat miskin dan rentan, menjaga pemulihan ekonomi, serta melakukan konsolidasi fiskal untuk menjaga APBN tetap sehat sebagai instrumen kebijakan yang efektif bagi pembangunan nasional,” tutup Menkeu. (Kunjana)