JAKARTA, Koranmadura.com – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto meminta pemerintah menata ulang aturan soal bisnis batu bara agar tidak terjadi kecemburuan sosial.
Pasalnya, terjadi ketimpangan antara pendapatan para pengusaha batu bara dengan royalti yang didapat pemerintah daerah tempat di mana perusahaan batu bara itu beroperasi setelah terjadi kenaikan harga batu bara dunia.
Bayangkan, dengan kenaikan harga ini para pengusaha dapat keuntungan ratusan triliun sementara pemerintah daerah penghasil batu bara hanya mendapat royalti sebesar yang kecil. Belum laga kehidupan rakyat di sekitar lokasi tambang memprihatinkan.
Mulyanto mencontohkan, peningkatan kekayaan pengusaha batu bara Low Tuck Kwong hingga ratusan triliun akibat kenaikan harga batu bara internasional. Sementara nasib rakyat di lokasi tambang milik Low Tuck Kwong masih memprihatinkan.
Ia khawatir ketimpangan ini akan menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat daerah tempat perusahaan tambang batu bara tersebut berada.
“Jangan sampai aturan yang ada hanya menguntungkan dan melindungi segelintir pengusaha saja. Sementara pemerintah daerah hanya mendapat remah-remah hasil penjualan sumber daya alam miliknya. Kejadian ini tentu akan melukai rasa keadilan masyarakat,” ujarnya di Jakarta belum lama ini.
Karena itu Mulyanto minta pemerintah meningkatkan pajak progresif dan menerapkan pembagian royalti yang lebih proporsional dan adil kepada daerah.
Hal tersebut sangat logis karena pemerintah daerah yang akan menanggung semua dampak kerusakan lingkungan atas eksploitasi batu bara yang dilakukan para pengusaha.
“Dengan booming harga batubara dunia, secara langsung melejitkan saham dan kekayaan pengusaha batubara. Sementara dampak lingkungan dan sosial bagi masyarakat sekitar tambang malah membuat mereka menjerit,” terang Mulyanto.
Mulyanto minta Pemerintah segera mengatasi ketimpangan ini sebelum masalahnya melebar ke urusan yang lebih luas.
Ia mengingatkan urusan royalti ini sangat sensitif karena terkait dengan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di daerah-daerah penghasil sumber daya alam.
“Belum lama ini kita dikejutkan dengan pernyataan keras Bupati Kepulauan Meranti, Riau, yang tidak puas dengan besaran bagi hasil ini. Ia mengeluhkan minimnya dana bagi hasil (DBH) batu bara yang dianggapnya tidak sepadan dengan kerusakan lingkungan yang diderita. Karena itu ia menggugat pemerintah pusat bahkan mengancam akan mengangkat senjata atau ikut pindah ke negara lain,” ungkap Mulyanto.
Menanggapi hal seperti ini Mulyanto minta Pemerintah jangan santai. Karena bukan tidak mungkin perasaan yang sama dialami oleh kepala daerah lainnya. Sebaiknya Pemerintah jangan menunggu mereka bersuara. (Sander)