SAMPANG, koranmadura.com – Kuatkan integritas seorang jurnalis di wilayah Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, di era globalisasi informasi, Aliansi Jurnalis Sampang (AJS) gelar Serial Diskusi dengan tema “Jurnalis Bisa Apa?”.
Kegiatan serial diskusi tersebut digelar di Ballroom Hotel Panglima, Jalan Panglima Sudirman pada Kamis, 15 Juni 2023 kemarin, dengan dihadiri dan diisi langsung oleh tiga pemateri, di antaranya Wakil Ketua Bidang Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim Machmud Suhermono, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Wilayah Surabaya Lukman Rozak dan Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya Andre Yuris. Sedangkan kegiatan serial diskusi tersebut dihadiri oleh Perwakilan Organisasi Profesi Jurnalis, Organisasi Kepemudaan serta Organisasi Kemahasiswaan di Kabupaten Sampang.
Ketua AJS Abdul Wahed menegaskan, pihaknya sengaja mengusung tema “Jurnalis Bisa Apa?” yaitu tujuannya tidak lain untuk menguatkan peran jurnalis sebagai agen pembaru, alat kontrol sosial, pemberi info, pendidik warga dan sebagai pilar ke IV serta juga dapat memengaruhi kebijakan serta advokasi.
“Tugas jurnalis sebagai pemberi informasi guna menyebarluaskan kejujuran dan kebenaran kepada publik,” ungkapnya, Sabtu, 17 Juni 2023.
Ketua Bidang Organisasi PWI Jatim, Machmud Suhermono menyatakan, ada dua jenis media yang tidak dicampuradukan yaitu media pers yang memproduksi berita dan berada di bawah naungan hukum. Kemudian, media non pers yang memproduksi informasi dan tidak ada naungan hukumnya seperti Facebook, Instagram, YouTube dan lain sebagainya.
“Produk media Pers adalah berita, kalau non pers berupa media informasi, dua ini balapan saling cepat. Tapi harus diakui bahwa media pers ini kalah cepat,” ujarnya.
Namun begitu, pihaknya menegaskan bahwa fungsi pers harus menjadi klarifikator ketika ada informasi yang membingungkan di kalangan masyarakat. Tidak hanya itu, produk jurnalis diharapkan dapat mendidik dan mampu menjadi kontrol sosial.
“Pers menjadi fungsi sebagai klarifikator di saat publik kebingungan terhadap kabar atau informasi yang berbeda. Dan jurnalis bertugas menyebarkan informasi yang faktual dan mendidik kepada masyarakat,” terangnya.
Sementara, Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya Andre Yuris menyampaikan, bahwa seorang jurnalis harus selalu menjunjung tinggi keberpihakan terhadap masyarakat yang tidak memiliki alat untuk menyuarakan hak-haknya di bawah. Sehingga media pers harus selalu dekat dengan masyarakat, menyuarakan apa yang menjadi keluh kesahnya terhadap program pemerintah. Sebab bisnis pers itu juga bisnis kepercayaan dengan dasar etika jurnalistik yang baik.
“Lakukan tugas jurnalistik dengan baik. Jika itu dilakukan secara konsisten, maka akan membuahkan hasil bagi perusahaan media anda sendiri. Jika meliput tentang program, dan pemerintah mengatakan terealisasi dengan baik, maka kita juga harus mengonfirmasi masyarakat di bawah, apakah benar telah dirasakan manfaatnya apa belum. Kalau dalam komunikasi, ada teori kedekatan. Jadi semakin dekat kita dengan masyarakat, maka kepercayaan mereka akan semakin baik, dan juga meningkatkan perusahaan pers ke depannya,” paparnya.
Di sisi lain, Andre juga mengingatkan agar setiap wartawan meninggalkan kebiasaan menerima sesuatu dari narasumber, agar marwah jurnalis tidak turun di mata publik.
“Kalau sudah menerima, maka berita kita akan gampang diintervensi, harus begini dan begitu, sehingga hilang profesionalitas di lapangan,” ujarnya. (MUHLIS/ROS)