JAKARTA, Koranmadura.com – Presiden Jokowi ternyata tidak hanya memiliki sisi humanis dalam memerintah, tetapi juga berbakat menjadi seorang otoritarian.
Dan, sisi otoritarianisme ini dipraktikkan Jokowi pada periode kedua kekuasaannya sejak terpilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 lalu.
Penilaian itu berdasarkan catatan evaluasi bertepatan empat tahun masa pemerintahan periode kedua Jokowi-Ma’ruf Amin oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) di Jakarta, Jumat 20 Oktober 2023.
“Secara umum, dalam laporan ini kami menyoroti regulasi, kebijakan dan langkah strategis Presiden Jokowi kemudian mengukurnya dengan prinsip demokrasi, HAM dan rule of law,” kata Koordinator Badan Pekerja Kontras Dimas Bagus Arya.
Dalam empat tahun belakangan di bawah kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf, kata Dimas, demokrasi mengalami kemunduran, terutama di aspek akuntabilitas.
Presiden Jokowi, kata Dimas, berupaya menutup jalannya pemerintahan dari pengawasan dan intervensi publik. Bukti paling kasat mata adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan dan kebijakan strategis minim melibatkan partisipasi publik.
“Dalam berbagai udang-undang bahkan watak otoritarian begitu mengemuka, terlihat dari langkah Presiden Jokowi yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja sebagai produk inkonstitusional bersyarat,” terang Dimas.
Mengecilnya ruang kebebasan sipil juga menjadi bukti lain dari sebuah fakta bahwa ternyata Jokowi ini antikritik. Tindakan brutal aparat keamanan terhadap mereka yang mengkritik pemerintah juga menjadi salah satu indikasi Jokowi antikritik. (Sander)