JAKARTA, Koranmadura.com – Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD menilai, Pemerintahan Presiden Jokowi tidak serius melakukan transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT).
Bahkan kebijakan Pemerintahan Jokowi dalam bidang ini seperti tarian poco-poco yang maju selangkah, tetapi mundur juga selangkah.
“Ini bak tari Poco-poco, maju satu langkah, mundur satu langkah. Hanya menghibur orang bahwa kita punya komitmen tapi tak serius,” kata anggota Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Alexander Sonny Keraf di Jakarta, Selasa 23 Januari 2024.
Dia menjadi salah satu pembicara dalam diskusi media bertema ‘Buka-Bukaan Data Debat Prof Mahfud Tentang Hilirisasi dan Tambang’ di Media Center TPN, Cemara.
Dipandu Mirza Ahmad, Sonny Keraf hadir bersama tiga narasumber lain yakni Sekretaris Eksekutif TPN Heru Dewanto, Juru Bicara TPN Chico Hakim dan pakar komunikasi Emrus Sihombing.
Sonny menjelaskan, Indonesia menargetkan porsi 23% EBT dari total bauran kebutuhan energi nasional pada 2025.
Namun hingga saat ini angka itu baru tercapai 13 persen. Dalam hal transisi energi inilah, Ganjar-Mahfud akan mendorong program ‘Nusantara Green’.
Dengan demikian semua pembangkit energi terbarukan bisa masuk, sekaligus mempertemukan produsen dan konsumen yang memang sudah tuntutan global untuk menggunakan EBT.
“Nusantara Green merupakan terobosan melakukan upaya ini, didukung pasokan EBT dari PLN. Termasuk kita buka ruang untuk ‘rooftop’ agar makin banyak masyarakat membangun panel surya di rumah, kantor, sarana transportasi dan lain-lain,” papar Menteri Negara Lingkungan Hidup 1999-2001 itu.
Adapun kritik bak tarian poco-poco ini bukan sesuatu yang baru. Kritik seperti ini pernah juga dilontarkan Megawati Soekarnoputri terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika PDI Perjuangan menjadi partai oposisi Pemerintahan SBY 2004-2014.
Komitmen Hilirisasi
Bicara tentang isu hilirisasi, Sonny Keraf menegaskan, komitmen melakukan hilirisasi merupakan milik PDI Perjuangan.
“Sejak awal kami mencegah ‘flying money’, keluarnya uang dari Indonesia karena kita mengekspor konsentrat tanpa melalui proses yang menghasilkan nilai tambah,” kata Sonny Keraf yang juga ahli Etika Lingkungan tersebut.
Isu lingkungan lain yang diangkat Ganjar-Mahfud yakni komitmen menyelesaikan persoalan perubahan iklim.
“Saat ini bumi kita tarafnya tak hanya mengalami pemanasan global atau ‘global warming’, tapi sudah masuk ke era pendidihan global atau ‘global boiling’,” ungkapnya.
Caranya, lanjut Sonny, di sektor kehutanan, Ganjar-Mahfud terus mengampanyekan penghentian deforestasi, penebangan hutan, termasuk untuk berbagai kepentingan di luar fungsi hutan, seperti food estate, tambang, dan perkebunan.
“Hutan kita butuhkan sebagai pengatur iklim dan pengatur suhu udara bersih, sementara pemerintah sekarang tak serius karena deforestasi dan alih fungsi lahan massif dilakukan, termasuk untuk food estate,” urainya.
Menyinggung debat cawapres 21 Januari lalu, Sonny menyindir bahwa debat capres-cawapres bukanlah ‘kelompencapir’ ala Orde Baru.
Dalam pertemuan ‘kelompok pendengar, pembaca, dan pemirsa’, Soeharto melakukan tebak-tebakan dengan para petani.
Sonny menekankan, debat Capres-Cawapres harusnya menjadi uji gagasan dan program dengan mengedepankan aspek akademis, teknokratis, dan dimensi ideologis.
“Hal-hal teknis seperti ‘greenflation’, dan ‘carbon capture’ tak perlu dipertanyakan dalam forum selevel debat capres,” kata Sonny Keraf.
Dia meneruskan, “Harusnya debat itu memaparkan visi misi serta bagaimana menjabarkan program secara akademis dan teknokratis serta apakah secara ideologis sudah sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan cita-cita berdirinya bangsa ini.”
Akhirnya, dalam kontestasi memilih pemimpin tertinggi bangsa, selain melihat visi misi kandidat, Sonny Keraf menganjurkan masyarakat untuk memilih calon pemimpin dengan karakter dan figur yang memiliki kredibilitas serta integritas tinggi, terutama pada komitmen pemberantasan korupsi. (Gema)