SUMENEP – Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumenep menolak Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2012 yang mengatur pemberlakukan harga solar industri. Perpres tersebut sudah diberlakukan per 1 Februari 2014.
Dalam perpres tersebut dijelaskan mengenai harga solar untuk nelayan. Harga solar yang semenstinya Rp 5.500 menjadi Rp 10 ribu per literanya, khusus bagi kapal pencari ikan di atas 30 gross tonnage (GT). Pencabutan subsidi BBm itu dinilai terlalu memberatkan nelayan Sumenep.
Ketua HNSI Sumenep Affandi Maghrib menjelaskan, dirinya menolak perpres teresbut karena sangat memberatkan nelayan. ”Dengan alasan apa pun kami menolak atas diterapkannya peraturan itu,” katanya, Rabu (5/2).
Mestinya, menurutnya, peraturan baru memberikan perlindungan, namun ia melihat dalam perpres itu sebaliknya. Diberlakukannya peraturan tersebut dapat mematikan penghasilan para nelayan.
”Ini bukan membela nelayan namanya, melainkan dapat mengrogoti penghasilan nelayan secara samar,” ungkapnya
Kewajiban menggunakan solar industri bagi kapal berukuran di atas 30 GT itu tidak hanya memberatakan terhadap para nelayan, melainkan dinilai sangat memberatkan terhadap pemilik kapal. Sebab, baik kapal berukuran di bawah maupun di atas 30 GT jenis dan harga ikan yang ditangkap sama.
“Saat ini kategori industri itu masih belum jielas, sama-sama cari ikan di laut sistemnya bagi hasil bukan gajian, jangan disamakan sama di kota besar, kapal milik konglomerat,” ungkapnya berang.
Menurutnya, dengan menggunakan harga solar industri, biaya operasional dipastikan pra nelayan akan mati. ”Kita lihat, kenaikan itu diperkirakan sampai dua kali lipat, ini ini jelas sudah tidak layak lagi diterapkan,” tukasnya.