JAKARTA, Koranmadura.com – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menghadiri pameran lukisan bertema Freedom of Harmony yang digelar dalam memperingati HUT ke-77 RI di Jakarta, Selasa 23 Agustus 2022. Pameran ini menampilkan karya-karya dari 40 pelukis yang tergabung dalam Komunitas K3.
Pameran lukisan ini juga dihadiri sejumlah kepala daerah seperti Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, Bupati Majalengka Karna Sobahi, dan Wakil Wali Kota Tegal, M. Jumadi.
Dalam sambutannya Hasto Kristiyanto mengungkapkan, lukisan yang ditampilkan pada pameran itu menunjukkan semangat nasionalisme dan patriotisme. Ada lukisan tentang Bung Karno, Bu Fatmawati menjahit bendera Merah Putih, lukisan menggambarkan rakyat Marhaen agar berkehidupan lebih baik, dan tentang alam raya Indonesia yang indah.
“Menurut buku testimoni Dr. Soeharto, saat Soekarno-Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan, ada beberapa pemuda yang semula memaksa kemerdekaan justru tak hadir. Karena memang situasi keamanan pada saat itu sangat genting. Di mana tentara sekutu yang diboncengi NICA berusaha kembali lagi,” papar Hasto Kristiyanto.
Hasto Kristiyanto yang meraih gelar doktor dari Universitas Pertahanan itu meneruskan, “Suasana kebatinan saat teks Proklamasi dibacakan, ancaman todongan senjata tentara Jepang dan sekutu ada di depan mata. Suasana memang penuh tekanan, suasana kevakuman kekuasaan dan tentara sekutu sudah berdatangan di Jakarta dan itulah yang memberikan ancaman keamanan termasuk ke Bung Karno-Hatta. Sehingga membaca proklamasi itu perlu keberanian karena senjata siap ditembakkan.”
Seusai pembacaan Proklamasi, lanjut Hasto Kristiyanto, beberapa waktu kemudian, dalam upaya konsolidasi negara yang baru saja merdeka, Bung Karno dihadang tentara sekutu yang diboncengi NICA di sekitar Kwitang. Mereka ingin mengadili dan langsung mengeksekusi Bung Karno di tengah jalan.
Mengetahui itu, dr. Soeharto langsung mengontak tentara sekutu yang berasal dari India dan bersimpati pada kemerdekaan Indonesia agar datang. Dan mereka cepat bergerak, lalu bernegosiasi dengan tentara sekutu yang berniat melakukan eksekusi. Soekarno kemudian diizinkan keluar dari mobil, tetapi mobilnya dibombardir dengan tembakan.
Peristiwa itulah yang kemudian memicu dipindahkannya ibu kota negara dari Jakarta ke Yogyakarta. Tak lama kemudian Bung Karno, Ibu Fatmawati, dan Guntur Soekarnoputra ke Yogyakarta.
“Sedikit cerita ini menggambarkan kemerdekaan Indonesia dicapai dengan tidak mudah, dengan pertarungan nyawa. Sehingga ketika merdeka, semangat kita adalah percaya pada kekuatan sendiri. Karena itulah kita tak boleh sedikit sedikit menggantungkan diri kepada asing. Ketika kita mampu memproduksi sendiri, janganlah kita malah tergantung pada produk asing. Lalu untuk apa kita merdeka? Makanya Bung Karno mendorong semangat berdikari,” tegas Hasto.
Menurut Hasto Kristiyanto lagi, setiap karya seni, termasuk lukisan di pameran ini, menggambarkan kehendak dan imajinasi para senimannya. “Maka itu saya undang juga para kepala daerah ini untuk melihat dan ikut membeli, karena kita menghormati kebebasan berekspresi, menghormati karya seni,” tutup politisi asal Yogyakarta itu.
Pada pameran tersebut, Hasto Kristiyanto turut membeli sebuah lukisan berjudul “Bu Fat” karya Harun Al Rasyid yang menggambarkan bagaimana Ibu Fatmawati menjahit bendera Sang Saka Merah Putih. (Carol)