Oleh: MH Said Abdullah*
Dalam konteks hubungan sosial tak diragukan nilai penting sikap mengkritisi institusi publik. Ini bagian dari kekuatan kontrol menjagar agar insitusi tersebut senantiasa berada di jalan lurus. Tidak melenceng dari tujuannya, termasuk juga kometmennya jika institusi tersebut katakanlah pernah mengumbar janji, memaparkan berbagai perencanaan.
Beberapa agama menyebut mengkritisi sebagai bagian dari amar ma’ruf nahi munkar; menyerukan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Mengajak dan mengarahkan agar berbuat kebajikan, yang memberikan manfaat dan pada konteks yang lebih tegas mencegah jangan sampai yang dikritisi berbuat kemungkaran atau perbuatan yang melanggar norma-norma apapun.
Banyak pilihan cara. Yang umum berlaku di tengah masyarakat melalui ucapan, lontaran pernyataan baik langsung maupun melalui media massa. Yang langsung biasanya merupakan wujud dari pelaksanaan fungsi dan peran seperti legislatif mengawasi eksekutif. Yang melalui media, bisa dari kalangan masyarakat seperti pengamat, tokoh agamawan, tokoh adat dan lainnya. Legislatif kadang memanfaatkan media agar kritiknya pada eksekutif memiliki kekuatan pressure serta efektif.
Namun secara faktual tak semua kritik membawa hasil efektif. Kadang kritik sama sekali tak mampu katakanlah merobah sikap dan perilaku para aktor institusi yang menjadi sasaran kritik. Mereka tetap mengembangkan sikap ego atau kepentingannya; tanpa mau mendengar suara-suara kebenaran yang bertebaran.
Selesai? Belum. Masih ada ruang yang memberi kesempatan masyarakat untuk memperbaiki institusi yang dikritik. Jika suara tak didengar, kritik diabaikan, masih terbuka kemungkinan melanjutkan langkah lebih tajam melalui instrumen lain. Dalam konteks politik yang menjadikan demokrasi sebagai instrumen, pergantian mereka yang tak memiliki kepedulian melalui pemilu merupakan langkah paling efektif sebagai pembelajaran. Ada saatnya hanya bicara. Namun di saat lain, ketika ada kesempatan untuk merobah atau mengganti masyarakat harus pula bersikap dan bertindak.
Pemilu yang tinggal menghitung jam ini sesungguhnya merupakan moment strategis bagi masyarakat Indonesia. Jika selama ini mereka merasa kecewa pada partai dan para anggota legislatif yang tak pernah bekerja; yang tak pernah datang mengunjungi masyarakat, yang lalai memperjuangkan kepentingan masyarakat, inilah kesempatan mengkritisi sekaligus memberikan sanksi. Lalu kepada mereka yang bekerja sungguh-sungguh inilah saatnya memberi apresiasi atau penghargaan dan kepercayaan.
Karena itu jangan diam pada tanggal 9 April nanti. Jangan hanya duduk di dalam rumah. Ayo beriringan berjalan ke TPS untuk menggunakan hak dan memaksimalkan kesempatan: memberikan sanksi kepada anggota legislatif yang tak bekerja dan menghargai sungguh-sungguh yang bekerja, yang selalu datang mengunjungi masyarakat dengan cara memilih kembali. Inilah saatnya bersikap dengan cara memilih yang terbaik.
Diam atau tidak memilih memang merupakan hak warga negara. Tetapi diam, tak akan pernah bisa merobah keadaan. Kita memang harus berbuat untuk kepentingan bangsa ini antara lain melalui langkah kaki menuju TPS. Ayo memilih untuk Indonesia yang lebih baik.
*Anggota DPR RI, asal Madura