Oleh : Miqdad Husein*
“Jokowi itu diselamatkan tangan Tuhan. Makanya beliau menang dihitung cepat,” kata Brudin pada kawannya Sujai, sambil menyeruput kopi, usai sholat taraweh. Kalau melihat apa yang dialami, lanjut Brudin, sebenarnya Jokowi itu sudah terdesak; hampir kalah.
“Lho, bukankah dari sejak awal sebenarnya Jokowi itu populer. Semua survei menunjukkan beliau itu mendapat dukungan luar biasa dari rakyat. Bahkan, lawannya itu, sebelum Pileg, dukungannya kurang dari sepertiga dari Jokowi,” tutur Sujai, menanggapi.
“Benar. Usai Pilegpun Jokowi itu masih mendapat dukungan masyarakat sangat luar biasa. Sempat turun sedikit, tapi kemudian naik. Belakangan menjelang kampanye Pilpres turun lagi. Lalu pas mendekati Pilpres, kembali naik. Tepatnya, usai debat Capres terakhir, ” jelas Brudin, yang sehari-hari berjualan barang kelontong itu.
“Kok bisa naik turun, kayak main luncuran saja?” tanya Sujai. Brudin yang ditanya menghela nafas sejenak. Lalu, “Sampeyan tahu, macam-macam fitnah kejam tentang Jokowi tersebar luas. Pertama beliau difitnah beragama lain. Huruf H didepannya, dieja bukan haji tapi Heribertus. Bapak beliau juga dikabarkan warga Singapura.”
“Masyarakat percaya?” cecar Sujai lagi. “Ya sempat ada yang percaya. Bahkan banyak kiai-kiai karena informasi dari Tabloit Obor Rakyat, terpengaruh. Tapi alhamdulillah, pelan masyarakat mengetahui bahwa soal agama itu fitnah besar. Jokowi menunjukkan bukti foto saat beribadah haji bersama Aa Gym serta saat umroh. Gagallah fitnah terkait agama,” papar Brudin, sambil kembali menyeruput kopinya.
“Lalu, setelah gagal memfitnah Jokowi dengan agama, muncul fitnah lain. Jokowi dianggap dan dikait-kaitkan dengan komunis. Macam-macam data dipaparkan sehingga terkesan Jokowi itu komunis. Benar-benar edan. Lha Jokowi itu sekarang umurnya baru 53 tahun. Itu artinya, saat tahun 1965 baru berumur empat tahun. Apa iya ngerti komunis?” tegas Brudin. Jangan lupa, lanjut Brudin, sejak Orde Baru, negara ini sama sekali praktis tak memberi ruang sekecil apapun bagi ajaran komunis.
“Nah fitnah agama dan komunis itu sempat membuat popularitas Jokowi turun. Berbagai usaha meluruskan pemberitaan fitnah terus dilakukan. Pelan masyarakat menyadari bahwa semua itu fitnah kejam hanya dilatarbelakangi nafsu berkuasa,” jelas Brudin, penuh semangat.
“Tadi sampeyan menyebut tangan Tuhan. Saya jadi ingat gol Maradona ketika mengalahkan Inggris pada Piala Dunia 1986. Apa tangan Tuhan terkait Jokowi juga kayak kasus Maradona?” tanya Sujai, yang kerja serabutan itu, penasaran.
“Jelas beda. Kalau yang Maradona kan karena main curang. Lha, memasukkan bola ke gawang pakai tangan. Kalau tangan Tuhan terkait Jokowi hanya istilah saja,” papar Brudin. “Istilah bagaimana?” cecar Sujai, tak sabar.
“Begini. Jokowi itu diserbu fitnah macam-macam. Segala sumpah serapah diterima Jokowi. Beliau itu benar-benar terdzalimi. Nah ketika sampai puncaknya, saat debat Capres terakhir masyarakat menyaksikan kasus Cawapres yang tidak mengerti kalpataru. Lainnya ketika ada dari kubu lawan yang menghina Jokowi dengan menyebut sinting hanya karena setuju tanggal satu Muharram dijadikan hari santri. Nah dua hal itu seperti mukjizat. Masyarakat yang sebelumnya sempat terpengaruh, balik memberikan dukungan pada Jokowi. Balik bersimpati. Yang ragu-ragu menjadi yakin. Itu tangan Tuhan, kawan. Itu keajaiban bagi orang yang terdzalimi,” tegas Brudin, bersemangat.
Sujai hanya manggut-manggut.
*Kolumnis, tinggal di Jakarta