JAKARTA-Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong agar dua capres yang bertarung saat ini, Prabowo Subianto-Joko Widodo segera bertemu guna meredam panasnya situasi pasca pilpres. Bahkan MUI siap memfasilitas pertemuan tersebtut. “Saya sudah kirim melalui layanan pendek (SMS) kepada dua capres tersebut. Baik Pak Jokowi maupun Prabowo, namun hingga kini belum ada jawaban dari keduanya,” kata Ketua Umum MUI, Din Syamsuddin dalam diskusi “Peta Damal Pasca Pilpres”, bersama Wakil Ketua MPR, Dimyati Natakusuma dan pakar hukum tatanegara, Irman Putrasidin, Jakarta, Senin, (14/07).
Seperti diketahui, proses pemilihan presiden 2014 tinggal menunggu pengumuman hasil tabulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), 22 Juli mendatang. Di masa penantian hingga nanti diputuskan, diharap publik bersikap dewasa demi terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa.
Menurut Din, pemilu merupakan cara beradab menyelesaikan bangsa serta mencari pemimpinan dengan damai. “Jangan sampai Pemilu berubah menjadi cara biadab, apalagi membawa perpecahan bangsa Indonesia, terutama pada masa kampanye dan jelang pencoblosan, hingga jelang pengumuman resmi KPU,” katanya.
Intinya, ujarnya, pilpres jangan sampai membuat perpecahan bangsa Indonesia. “Soal tempat pertemuan, tentatif, bisa di PP Muhammadiyah atau di rumah saya. Ya, soal tempat ini menyesuaikan. Yang penting kesediaan mereka bertemu. Memang kenyataannya, pilpres telah menambah bangsa ini terbelah, termasuk ulama, tokoh ormas, mantan jenderal, seniman dan budayawan,” ujarnya.
Din mengaku, pilpres kali ini yang hanya menampilkan dua calon, sehingga politik yang muncul itu saling menegasikan. Dampaknya, lahirlah black campaign. Bahkan malah issu keagamaan menjadi alat serang.
Namun Din mengingatkan semua pihak agar menahan diri dan menunggu hasil penghitungan resmi KPU. Bahkan pemerintah diingatkan jangan terlalu cepat mengeluarkan dekrit. “Karena dekrit presiden bukan jalan terbaik dalam peta damai. Tapi lebih banyak menimbulkan kemudharatan,” terangnya
Sementara itu, Wakil Ketua MPR, Ahmad Dimyati Natakusuma meminta semua pihak bisa menahan diri dan tidak boleh saling mengklaim menang. “Jadi hanya KPU yang boleh mengumumkan secara resmi hasil pilpres. Tak boleh ada yang katakan sayalah yang menang,” tegasnya.
Oleh karena itu, kata Dimyati, apapun hasilnya yang diumumkan KPU, maka harus bisa diterima oleh semua pihak. “Kalaupun ada hal-hal yang tak sesuai, ada ranah hukum yang bisa ditempuh, yakni ke Mahkamah Konstitusi (MK). Nah, dari situ akan diputuskan hasilnya,’ ungkapnya.
Yang jelas, kata Dimyati, MPR berharap agar Indonesia bisa damai. Karena tugas MPR memang menjaga keutuhan NKRI. “Kita tetap menjaga agar Indonesia bisa menjadi bangsa yang kuat, jaya dan tidak tercerai berai,” pungkasnya.