JAKARTA-Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhi hukuman pidana 10 tahun penjara kepada terdakwa kasus pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Budi Mulya. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) tersebut terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Tak cuma itu, majelis juga menjatuhkan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan kepada Mantan Deputi Gubernur bidang 4 atau bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa BI tersebut. “Menyatakan terdakwa, secara sah dan meyakinkan telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar Ketua Majelis Hakim Afiantara saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (16/7).
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut Budi Mulya dengan hukuman 17 tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider 8 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Budi Mulya untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1 miliar.
Budi Mulya dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Majelis Hakim menilai, Budi Mulya terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan Boediono selaku Gubernur BI, Miranda Swaray Goeltom elaku Deputi Gubernur BI, Siti Chalimah Fadjrijah selaku Deputi Gubernur bidang VI Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah, (Alm) S Budi Rochadi selaku Deputi Gubernur bidang VII Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang BPR dan Perkreditan, Muliaman Darmansyah Hadad selaku Deputi Gubernur Bidang 5 BI, Hartadi A Sarwono selaku mantan Deputi Gubernur Bidang 3 BI, Ardhayadi M selaku mantan Deputi Gubernur Bidang 8 BI, serta Raden Pardede selaku Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK), dan Hermanus Hasan Muslim dan Robert Tantular selaku pemilik Bank Century. “Perbuatan itu adalah kelalaian dalam penetapan bank gagal berdampak sistemik dan pengucuran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebesar Rp 689 miliar dan Penyertaan Modal Sementara sebesar Rp 6,7 triliun kepada Bank Century,” ujar Afiantara.
Majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal dalam vonis ini. Pertimbangan yang memberatkan adalah perbuatan Budi Mulya kontraproduktif dalam upaya pemberantasan korupsi, merusak citra Bank Indonesia, tidak menjadi teladan, tidak mengakui perbuatan, dan kerugian negara sangat besar. Sedangkan berlaku sopan selama persidangan dan memiliki tanggungan keluarga menjadi pertimbangan yang meringankan bagi Budi Mulya.
Sempat terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion) seorang anggota majelis hakimterkait vonis tersebut. Yakni hakim anggota 2, Anas M. Pada intinya, Anas berpendapat bahwa Budi Mulya harus dibebaskan dari dakwaan Jaksa KPK. “Dakwaan yang kabur dan batal demi hukum, sehingga harus dibebaskan dari semua hukuman,” kata hakim Anas.
Merespon vonis tersebut, Budi Mulya yang tampil mengenakan batik coklat menyatakan banding. Sementara itu, Jaksa KPK menyatakan pikir-pikir. “Terima kasih yang mulia majelis hakm. Saya Budi Mulya menyatakan banding atas keputusan yang mulia majelis hakim,” katanya.
Budi mengklaim jika dirinya hanya menjadi korban atas kebijakan yang berujung masalah ini. Sebab itu, KPK harus menelusuri dan membongkar lebih jauh jika ada pihak memanfaatkan kebijakan century. “Kalau ada penumpang gelap dalam kebijakan, itu yang harus dikejar, jangan saya, saya mengabdi di bidang moneter. Kita harus cari kebenaran yang sebenarnya,” tegasnya.