JAKARTA-Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengaku tidak setuju dengan keputusan pemerintah membatasi penjualan BBM subsidi. Ketua Umum Kadin Suryo Agung Sulistio mengatakan, kebijakan tersebut tidak akan efektif.
Menurut dia, cara yang paling efektif untuk menekan dana subsidi BBM di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014 adalah dengan menghapus BBM subsidi.
Menurutnya, dengan adanya subsidi kepada BBM, warga Indonesia menjadi boros dan manja. Masyarakat selalu punya keinginan untuk berpergian dengan menggunakan kendaraan pribadi karena harga bensin yang murah. “Coba kta lihat, negara yang lebih miskin dari Indonesia seperti Timor Leste, Kamboja atau Vietnam, harga BBM nya jauh lebih mahal dibandingkan harga BBM di Indonesia. Kan tidak masuk di akal, BBM subsidi ini hanya buang-buang uang saja dan memperkaya para penyelundup,” kata Suryo di Jakarta, Minggu (3/8).
Seperti diketahui, mulai hari ini (Senin, 4/8), BPH Migas akan membatasi penjualan solar subsidi di SPBU. Hal ini berdasarkan Surat Edaran Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Nomor 937/07/KaBPH/2014 pada tanggal 24 Juli 2014 lalu yang membatasi waktu penyaluran BBM bersubsidi jenis solar mulai pukul 18.00 sampai dengan 06.00 per 4 Agustus 2014. Sementara itu, SPBU yang ada di area istirahat di jalan gol juga tidak akan lagi menjual premium.
Keputusan ini diambil untuk menjaga konsumsi BBM subsidi hingga akhir tahun tetap 46 juta kilo liter. Hingga akhir Juni lalu, konsumsi BBM subsidi sudah mencapai 22,9 juta kilo liter.
Suryo menambahkan, dengan adanya subsidi ini para nelayan juga mulai malas menangkap ikan karena lebih untung menjual solar subsidi yang mereka terima ke industri.
Seharusnya jelas Suryo, pemerintahan SBY -Boediono berani melakukan gebrakan dengan menghapus BBM subsidi. Karena, kata dia, membengkaknya anggaran untuk subsidi BBM di APBN merupakan kesalahan dari pemerintahan SBY-Boediono. “Mereka kan tidak akan menjadi bagian dari pemerintah lagi sehingga tidak harus takut untuk tidak populer. Masa pemerintahan SBY-Boediono akan mewariskan masalah ini kepada pemerintahan berikutnya?” tanya Suryo.
Secara terpisah, anggota Komisi VII DPR RI Dewi Aryani menilai, pemerintah perlu memberikan alternatif langkah-langkah solusi bagi pengguna kendaraan terkait dengan pembatasan waktu penyaluran bahan bakar minyak bersubsidi jenis solar. “Selama tidak ada solusi alternatif, sama saja Pemerintah hanya bisa melempar masalah dan rakyat diharuskan menanggung akibatnya. Jangan sampai tugas utama Pemerintah sebagai pelayan masyarakat bergeser menjadi pemaksa kebijakan,” kata Dewi Minggu (3/8).
Sebelum mengeluarkan peraturan mengenai pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar, anggota Komisi VII itu menyarankan agar pemerintah melihat sejumlah indikator, di antaranya berapa persen pertumbuhan ekonomi saat ini, kenaikan inflasi, dan kenaikan upah. “Apakah hal itu sudah memenuhi seluruh unsur yang menjadi indikator pemerintah untuk mengeluarkan peraturan tersebut saat ini?” katanya.
Dewi mengatakan, pemerintah belum terlambat jika menarik kembali aturan tersebut dan menerapkannya pada saat yang tepat. Pasalnya, masa angkutan Lebaran 2014 belum berakhir.
Oleh karena itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu meminta pemerintah mengkaji terlebih dahulu secara menyeluruh, kemudian melakukan uji coba sebelum menetapkan menjadi kebijakan tersebut.