Oleh: MH. Said Abdullah*
Desa agaknya masih sebatas komoditas politik di negeri ini. Saat debat pelaksanaan Pilpres desa menjadi ikon kampanye tergolong seksi. Pasangan Capres nomor satu begitu gencar meneriakkan janji akan menggelontorkan dana pada desa sebesar satu milyar rupiah. Lalu pasangan Capres nomor dua merespon cerdas mengingatkan bahwa amanat UU tentang Desa bukan satu milyar. Formulasi di UU menurut Jokowi, desa berpotensi mendapat dana sekitar 1,4 milyar rupiah.
Begitulah yang mencuat saat pelaksanaan kampanye Pilpres. Lalu bagaimana realitas perhatian pada desa saat ini? Ternyata masih terbang tinggi, belum menginjak bumi. Belum memenuhi harapan dan kesungguhan memperhatikan pembangunan desa.
Di akhir periode kepemimpinannya, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajukan nota keuangan RAPBN 2015 hanya sebesar Rp. 9,1 trilyun untuk dana desa. Ini menggambarkan secara jelas betapa kesungguhan menggerakkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa, belum terlihat. Sangat jelas pemerintahan SBY kurang memiliki political will alias setengah hati. Penganggaran 9,1 trilyun mengesankan sekedar memenuhi kewajiban UU Desa.
Secara matematis 9,1 trilyun rupiah itu tiap desa hanya mendapatkan alokasi rata-rata hanya 150 juta rupiah. Angka itu seperti tidak beranjak dari konsepsi lama dalam memperlakukan Desa. Padahal, dengan UU Desa yang dibahas relatif panjang pemerintah siapapun harus segera memperhatikan desa, yang secara riil selama ini seperti termarginalkan.
Dari segi kemampuan anggaran diakui, pemerintah memang terbatas. Namun, jangan lupa, formulasi pendanaan desa lebih merupakan pengalihan prioritas sehingga jauh dari kemungkinan mengganggu pengalokasian sektor lain. Atas dasar itu, fraksi FPDIP, yang sejak pembahasan UU tentang Desa berteriak nyaring menegaskan komitment politik mengupayakan anggaran tambahan Rp. 30 trilyun sehingga per desa menerima alokasi sekitar 500 juta.
Langkah ini sepenuhnya merupakan wujud kometmen menggerakkan dinamika desa. Sudah waktunya desa segera terangkat karena kemakmuran desa merupakan potret kemakmuran negara. Di desalah sebagian besar penduduk tinggal sehingga layak desa mulai menjadi perhatian pemerintah.
Tentu di luar pengalokasian dana, perlu dipersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) perangkat desa terutama dalam pengelolaan dana yang karena merupakan uang APBN/APBN memiliki mekanisme sesuai perundang-undangan. Pembekalan, bimbingan dan pembinaan mutlak diperlukan agar dikemudian hari aparat desa tidak berhadapan dengan penegak hukum karena miskelola dana tsb.
Idealnya dari sejak awal ditegaskan formulasi penggunaan dana antara lain untuk insfrastrutur desa ( jalan desa, pasar desa dll ) sekitar Rp. 300 jt. Lalu untuk pembangunan Kantor Desa secara bertahap sekitar 100 juta, sisanya 100 juta untuk koperasi desa. Selama tiga tahun ketiga program tersebut dengan prioritas sesuai kebutuhan diterapkan dalam pengelolaan dana desa.
Setelah tahapan fondasi pembangunan desa relatif baik pada tahun keempat masuk pada pengembangan dan pemberdayaan perekonomian masyarakat desa. Sesuai cluster dan karakteristik desa misalnya, dikembangkan program penggemukan sapi atau kambing. Dan sebagai tindak lanjut perhatian, pemerintah perlu memberikan reward tambahan anggaran 100 juta pada desa yang sukses mengelola anggaran. Jika gagal desa mendapatkan punisment berupa pengurangan anggaran desa 15%. Jadi ada keseimbangan antara pemberikan insentif pada desa yang berhasil dan punisment pada desa yang kurang serius bekerja.
*) Anggota DPR RI, asal Madura