SAMPANG – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampang mengatakan belum selesai menangani kasus tindak pidana korupsi (tipikor) pesangon anggota DPRD periode 1999-2004 lantaran masih terkendala dokumen dari Mahkamah Agung (MA).
“Penanganan kasus pesangon dewan periode 1999-2004 jilid II yang kita tangani masih terkendala oleh dokumen yang ada di MA, makanya kami masih menunggu dokumen itu, tapi tunggu penanganan kasus kuropsi yang kita tangani masih banyak,”ucap Kajari Sampang Abdullah melalui Kasi Intel Kejari Sampang, Sucipto.
Ditanya terkait janji Kejari sebelumnya akan menjemput langsung dokumen ke MA, Sucipto menjelaskan bahwa pihaknya terkendala minimnya tenaga SDM yang bertugas di Kejaksaan. “Kasus korupsi lainnya kan masih banyak seperti bibit fiktif, tenaganya sangat minim, Mas,” jelasnya.
Sebelumnya, Kejari Sampang Abdullah menyatakan bahwa dalam waktu dekat pihaknya akan pergi ke Mahkamah Agung untuk meminjam dokumen asli terkait kasus yang berhubungan dengan pesangon dewan.
”Kita agendakan setelah lebaran kejaksaan pergi ke MA, hal itu kita lakukan untuk memperkuat adanya bukti-bukti dan pedoman terkait pesangon ini, karena kasus pesangon sebelumnya yang menetapkan empat tersangka dokumen aslinya ada di MA,” tuturnya dalam sebuah wawancara.
MA sendiri sudah menetapkan empat pimpinan anggota dewan periode 1999-2004 selaku penerima dana pesangon. Di antaranya, Ach Sayuti, KH Fathorrozi Faruq, Hasan As’ari (almarhum) dan Herman Hidayat.
Selanjutnya, Kejari Sampang melanjutkan penanganan kasus korupsi pesangon dewan hingga menetapkan sembilan tersangka dari 41 anggota dewan. Meliputi, Kurdi Said, Umar Farouk, Abdul Kowi S, KM. Faidol Mubarok, Moh. Bakir, Asadullah, S.Ag, Sudarmadji, Agus Sudihardjo, Jumal M. Dawi.
Penetapan tersangka kasus korupsi pesangan, disebabkan diduga melanggar Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD. Bahkan, dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Surabaya, ada kerugian keuangan negara Rp 2,1 miliar. RYAN HARIYANTO/MK