JAKARTA-Manuver politik Koalisi Merah Putih (KMP) untuk menyapu bersih kepemimpinan di parlemen baik DPR maupun MPR, bahkan mengupayakan penggagalan pelantikan Jokowi -JK oleh MPR merupakan bentuk politik balas dendam yang picik. Bahkan Gerakan Dekrit Rakyat (GDR) Indonesia mencium gelagat negatif dari koalisi pendukung Prabowo-Hatta ini kearah upaya kudeta parlementer. “Mereka (KMP) ingin melakukan amandemen UUD 1945 untuk menghapus pemilihan presiden langsung, memperlemah KPK, dan mengembalikan sepenuhnya kekuatan Orde Baru. Jadi, jelas memainkan skenario untuk menguasai parlemen,” ujar perwakilan GDR dari Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti dalam diskusinya “Pak Jokowi: Tinggalkan KMP, Bentuk Kabinet Rakyat Antimafia”, di Kafe Kopi Deli, Jakarta, Senin (6/10).
Ray menilai, ada kekuatan asing yang menggunakan dan bekerja melalui KMP serta DPR, untuk menghambat pemerintahan presiden terpilih. Melalui kekuatan asing, mafia, dan koruptorlah yang hendak membuat Indonesia dilanda kekisruhan. “Ironis sekali memang, disaat masyarakat internasional memperingati Hari Demokrasi Internasional, tapi pemerintahan dan partai politik di Indonesia justru menjalankan agenda pemangkasan demokrasi,” jelas Ray.
Menghadapi kekuatan sistematis yang desktruktif, Ray menyarankan agar pemerintahan Jokowi perlu bersekutu dengan kekuatan rakyat agar dapat mengawal dan mendukung penuh setiap program yang dijalankan.
Sementara itu, pengamat Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Dani Setiawan menegaskan tanpa bergabungnya parpol di KMP dapat dijadikan Jokowi sebagai pembuktian bahwa dia presiden yang antimafia hukum. “Harusnya momentum seperti ini ditunjukan oleh Jokowi-JK untuk memperlihatkan komitmennya dalam membangun bangsa, bukan ikut ke dalam pusaran konflik,” tegasnya.
Dani menegaskan, jika Jokowi terjebak dalam pusaran KMP, itu tentunya akan mencederai konstitusi. “Intinya Jokowi jangan takut dan jangan mau ikut KMP. Jika masih terjebak itu sama saja mengkhianati konstitusi Pancasila,” ujarnya.
Ditempat terpisah, pengajar ilmu politik dan pemerintahan Universitas Padjajaran, Bandung , Muradi menilai manuver politik KMP adalah bentuk politik balas dendam yang picik. Tak hanya picik lanjutnya, akan tetapi juga ekspresi negatif yang tidak selaras dengan nilai-nilai budaya politik bangsa. Selama langkah politik negatif tersebut dipraktikkan, maka selama itu pula bangsa ini berada di situasi yang sulit. “Praktik menang dengan segala cara dan tak mau mengakui kekalahan adalah bentuk politik purba yang meniadakan hakikat berbangsa dan bernegara serta konstitusi kita,” ujarnya, Senin (6/10).
Momentum pemilihan pimpinan DPR, MPR serta pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih, Jokowi-JK, lanjutnya, harus dimaknai sebagai kemenangan bangsa Indonesia dan rakyatnya untuk maju terus mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. (GAM/ABD)