Oleh : MH Said Abdullah*
Jika biasanya hari Jumat selalu memberikan kejutan tak menyenangkan dalam bentuk pemberitahuan penetapan KPK tentang seseorang menjadi tersangka, kali ini agak berbeda. Jumat pekan kemarin tak seperti biasa diwarnai kejutan menyenangkan dan luar biasa menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Apalagi kalau bukan pertemuan Presiden terpilih Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Pertemuan menjelang pelaksanaan sholat Jumat itu, seperti tetesan hujan di tengah kegersangan panjang situasi politik negeri ini. Apalagi pertemuan yang dipenuhi keakraban itu terjadi hanya sekitar tiga hari dari pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia lima tahun mendatang. Tentu saja pertemuan itu menjadi pelengkap atau bahkan bisa jadi fondasi utama terbentangnya harapan baru, Indonesia ke depan di bawah kepemimpinan duet Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Sejak Pilpres praktis atmosfir politik di negeri ini seakan beriringan dengan kondisi alam, yang nyaris tanpa hujan, panas menebarkan kegelisahan. Lihatlah fluktuasi saham dan valas, yang juga kepanasan. Perhelatan pelantikan DPR sampai sehari moment pertemuan bersejarah tak juga turun tensinya. Tetap panas dalam menentukan komposisi pimpinan alat kelengkapan Komisi DPR dan lainnya, sebagai kelanjutan kegaduhan pemilihan pimpinan DPR dan MPR.
Para pelaku ekonomi, pengusaha, pengamat, termasuk masyarakat luas seperti dijejali kekisruhan yang mengaburkan harapan baru dari pimpinan nasional baru. Suksesi pimpinan nasional sejatinya, sebelum pertemuan diwarnai pesimisme dengan prediksi duet Jokowi-JK, akan diganggu sepanjang lima tahun ke depan. Pernyataan Hasyim Djojohadikusumo, yang secara terbuka mengatakan dengan segala cara akan menghambat pemerintahan Jokowi, seperti menuangkan minyak ke dalam bara. Suasana benar-benar terasa panas, pelan mengoyak harapan yang seharusnya mengemuka menjelang tampilnya pemimpin baru, yang biasanya membawa energi dan semangat baru.
Jokowi yang memiliki karakter lentur dalam berkomunikasi politik, yang lebih mengedepankan subtansi ketimbang ceremony protokoler kaku, benar-benar diuji kemampuannya. Ia seperti mendapat tantangan awal untuk mencairkan dan mendinginkan afmosfir politik nasioal. Sebuah langkah besar dia lakukan ketika bertemu dengan Pimpinan MPR, DPR dan DPD. Melalui diplomasi meja makan khas Jokowi, jalinan komunikasi pelan mulai mencairkan batas ketegangan.
Lalu puncaknya moment jelang Jumat, pekan kemarin. Sama-sama berbaju putih, kedua tokoh itu bertemu, berangkulan tanpa lagi ada sisa-sisa ketegangan. Semua cair. Senyum sumringah bertebaran yang diharapkan mengalir terus pada lapisan-lapisan simpul-simpul politik lainnya.
Baik Prabowo dan terutama Jokowi, melalui moment Jumat itu memperlihatkan jiwa negarawan luar biasa. Jokowi, yang akan tampil sebagai Presiden mendatang, tidak ragu mendatangi Prabowo dengan melepaskan egonya sebagai pemenang Pilpres. Ia memperlihatkan jiwa negarawan sangat luar biasa dengan kesedian menemui Prabowo, di kediamannya.
Prabowopun layak mendapat apresiasi dengan ketulusannya menyambut langsung kedatangan dan mengantarkan Jokowi menuju mobil. Ia sebagai purnawiran tanpa ragu memberikan hormat secara militer pada Jokowi; sebuah penegasan penghormatan dan pengakuannya pada Jokowi sebagai Presiden. Ekspresi keras dengan nada amarah, benar-benar tak tersisa, terhapus kometmen kecintaannya pada negeri ini, untuk bahu membahu membangun negara dan bangsa Indonesia ke depan.
Begitulah idealnya kehidupan politik. Sekeras apapun perbedaan dan kepentingan, ketika menyangkut negara dan rakyat, semua menahan diri, lalu berbaris bersama.
*) Anggota DPR RI, asal Madura