
SUMENEP – Kondisi tambat labuh atau jembatan (pelabuhan) kayu Dusun Tembing, Desa Sepanjang, Kecamatan/Kepulauan Sapeken dikeluhkan warga. Pasalnya tambat labuh yang terbuat dari kayu itu sering makan korban meskipun tidak sampai meninggal dunia.
Menurut salah satu warga setempat, Rasul Maulidi, seringnya makan korban tersebut lantaran tambat labuh di desanya sudah mulai rusak, dan tidak pernah dapat perbaikan dari pemerintah setempat. “Sejak pertama kali dibangun tambat labuh itu belum pernah mendapatkan perbaikan. Makanya sampai saat masih terbuat dari kayu, itu pun sudah banyak yang patah sehingga seringkali warga terjatuh saat melintasi jembatan itu,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa saat terjadi kerusakan, sementara ini masih sumbangan dari warga. “Dulu memang pernah mendapat bantuan berupa kayu dari Perhutani di sini. Tapi setelah itu tidak ada lagi. Bahkan saat ini kondi-sinya sangat membahayakan keselamatan warga,” terangnya.
Dikatakan, keberadaan tambat labuh itu sangat dibutuhkan oleh warga. Sebab, menjadi akses utama penyeberangan dari pulau kecil menuju pusat kecamatan Sapeken. “Tidak hanya itu, jembatan ini juga menjadi penggerak ekonomi warga di segala sektor,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, dirinya berharap agar pemerintah memberikan perhatian terhadap kondisi tambat labuh tersebut. Jika tidak, dirinya khawatir korban yang jatuh tambah banyak. Apalagi lanjut Rasul, dari permukaan laut ke tambat labuh sangat tinggi, yakni sekitar 5 meter ke atas. “Kalau air sedang pasang, ketinggian air mencapai 4 meter. Bisa saja kalau sudah tua tidak bisa berenang yang akhirnya akan tenggelam,” tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perhubunagan melalui Kasi Sarana dan Prasaranan (Sarpras) Dinas Perhubu-ngan (Dishub) Sumenep Agustiono Sulasno mengatakan, sesuai anggaran yang telah tercantum dalam APBD tahun 2015, untuk Kecamatan/Kepuluan Sapeken hanya mendapatakan sebanyak empat titik.
Kempat titik itu di antanya, Pulau Paliat terdapat dua titik, yakni Dusun Paja Nasem, Desa Saubi, dan Desa Paliat. Masing-masing mendapat anggaran sebesar Rp 100 juta. Sementara di Desa Sapuntan mendaptkan jatah satu titik dengan anggaran Rp 133 juta dan pulau Sepanjang juga mendapat satu titik dengan anggaran Rp 100 juta. ”Perbedaan anggaran itu karena disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Jika tingkat kerusakannya lebih parah, maka dimungkinkan anggarannya juga lebih besar,” jelasnya.
Katanya, pada tahun 2015 ini anggaran perbaikan dan pemba-ngunan tambat labuh di Sumenep mencapai kurang lebih Rp 1,3 miliar. Anggaran tersebut akan dialokasikan di berbagai titik, utamanya di daerah kepulauan. Satu titik tambat labuh di Desa Kombang, Kecamatan Talango, dengan anggaran Rp 100 juta; satu titik Desa Raja Nangger Kangean dengan anggaran Rp 75 juta; satu titik di Desa Bringsang, Kecamatan Giligenting dengan anggaran Rp 100 juta, kemudian satu titik lagi di Desa Sokarami, Kecamatan Nunggunong, Pulau Sepudi dengan anggaran Rp 200 juta.
”Jadi untuk semuanya, yang akan menjadi prioritas tahun ini ada sembilan titik,” ungkpanya.
Ditanya soal langkah yang akan dilakukan untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaannya, pihaknya mengaku akan melakukan pe-ngawasan dengan inten. Bahkan pengawasan yang akan dilakukan itu tidak hanya melibatkan internal Dishub, melainkan juga dari pihak konsultan. ”Kalau dari segi pengawsan, saya kira tetap akan maksimal. Karena selain konsultan, juga internal kami akan melakukan pengawasan. Bahkan, juga inspektorat nantinya akan ikut andil di dalamnya,” terangnya.
Secara tegas pihaknya me-ngaku tidak akan main-main, jika dalam pekerjaan itu diketahui melanggar petunjuk tekhnis yang ada, pihaknya kan memberikan sanksi tegas sesuai peraturan yang ada. ”Ini kan pasti diperiksa oleh inspektorat. Jadi, tidak mungkin lah ada pelanggaran,” tukasnya.
(JUNAEDI/SYM)