PAMEKASAN – Kepolisian Resor (Polres) Pamekasan bersama Pemerintah Kabupaten setempat diminta segera melakukan langkah dini untuk mengantisipasi pesta kelulusan siswa SMA di wilayah itu dengan cara corat-coret baju dan konvoi, atau bahkan berpesta narkoba.
Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) DPRD Pamekasan, Sahur Abadi mengatakan ada kecenderungan konvoi dan corat-coret baju seragam menjadi kebiasaan yang mentradisi di kalangan pelajar.
Jika hal tersebut tidak segera dihentikan, maka tidak menutup kemungkinan setiap kelulusan sekolah akan disikapi dengan hal yang sama. Kebiasaan itu juga dikhawatirkan akan dilakukan bukan hanya oleh lulusan SMA dan sederajat, melainkan juga oleh pelajar tingkat menengah pertama dan tingkat dasar.
“Ini sebuah kebiasaan yang menurut kami sangat kurang mendidik. Bukan tidak mungkin hal ini akan menular ke siswa di sekolah tingkat menengah dan dasar,” kata Sahur, Selasa (5/5).
Hal senada juga disampaikan Ketua Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) Pamekasan, Heru Budi Prayitno, yang menyatakan sudah saatnya pesta kelulusan itu diarahkan ke kegiatan yang lebih positif, misalnya aksi sosial membagikan seragam sekolah ke anak-anak kurang mampu.
“Harusnya, ketika sekolah mengajak para siswanya melakukan istighatsah dan doa bersama pada menjelang Ujian Nasional, mereka juga mengajak para siswa itu untuk melakukan hal yang positif, ketika mampu melewati ujian tersebut,” katanya.
Kedua tokoh pemuda itu sepakat pihak sekolah masih memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan siswanya melakukan hal-hal yang positif. Pimpinan sekolah bisa melibatkan orangtua siswa, sehingga tidak ada lagi pesta kelulusan dengan hal yang sia-sia.
“Aksi corat-coret dan konvoi itu sangat melukai perasaan warga miskin. Di saat mereka tidak mampu membelikan anaknya seragam sekolah yang layak, di sisi lain ada siswa yang mencorat-coret baju seragam mereka yang masih bagus, hanya karena merasa sudah bebas dan lulus,” kata Heru.
Baik Heru maupun Sahur meminta Kepolisian dan Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Pendidikan segera melakukan antisipasi sejak dini.
Keduanya juga menyatakan setuju untuk dilakukan tindakan terharap mereka karena aksi itu termasuk pelanggaran lalu lintas dan mengganggu ketertiban umum.
“Bahkan kalau bisa, Dinas Pendidikan menunda pemberian ijazah asli dari siswa yang melakukan aksi corat-coret dan hanya menyerahkan copy atau duplikatnya saja. Karena hal aksi itu, menunjukkan siswa tersebut belum lulus secara moral,” kata Sahur.
(G. MUJTABA)